Thursday, August 30, 2018

MAKALAH PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT SYARIAT ISLAM


MAKALAH
PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT SYARIAT ISLAM

                                              surakarta.png



OLEH :


DOSEN PENGAMPU :


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016



Kata Pengantar


    Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Pelaksanaan perkawinan menurut syariat islam.
    Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
    Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
    Akhir kata kami berharap semoga makalah Pelaksanaan perkawinan menurut syariat islam ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.














________________________________________________________________________________i


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................1
RUMUSAN MASALAH...................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN .............................................................................................3
Definisi dan Dasar Hukum Nikah.................................................................3
Rukun nikah.................................................................................................3
       Khitbah ( peminangan )...............................................................................5
       Hukum Menikah..........................................................................................6
       Anjuran Islam..............................................................................................6
       Tujuan Nikah..............................................................................................8
       Hikmah Pernikahan....................................................................................9
       Syarat Perkawinan......................................................................................9
       Sejodoh.......................................................................................................11
       Hak istri atas suami...................................................................................12
       Hak suami atas istri ..................................................................................13
       Hak bersama suami istri............................................................................13
BAB III
PENUTUP ...................................................................................................15
1. KESIMPULAN..........................................................................................15


________________________________________________________________________________ii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir”. Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan.
Pernikahan merupakan sunah nabi Muhammad saw. Sunnah diartikan secara singkat adalah, mencontoh tindak laku nabi Muhammad saw. Perkawinan diisyaratkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Allah SWT, dan hal ini telah diisyaratkan dari sejak dahulu, dan sudah banyak sekali dijelaskan di dalam al-Qur’an:
  
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. an-Nuur ayat 32).








________________________________________________________________________________1


1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah sebagai berikut:
1.      Menjelaskan dasar hukum nikah?
2.      Menjelaskan  rukun nikah?
3.      Menjelaskan khitbah?
4.      Menjelaskan hukum nikah?
5.      Menjelaskan ajaran islam?
6.      Menjelaskan tujuan nikah?
7.      Menjelaskan hikmah nikah?
8.      Menjelaskan syarat nikah?
9.      Menjelaskan sejodoh?
10.  Menjelaskan hak istri dan suami?

















________________________________________________________________________________2

        
BAB II
PEMBAHASAN
PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT SYARIAT ISLAM
A.     Definisi dan Dasar Hukum Nikah.
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( النكاح ), adapula yang mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj.Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar katanya saja. Perkawinan adalah ;
عبارة عن العقد المشهور المشتمل على الأركان والشروط
Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukun-rukun dan syarat-syarat.
Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada :
عقد يتضمن ملك وطء  بلفظ انكاح أو تزويج أو معناهما
 Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa terminologi yang telah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini dilukiskan dalam Firman Allah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.Ar-Rum ayat 21)
B.      Rukun Nikah
1.         WALI
Berdasarkan sabda Rasulullah Sallallahu `Alaihi Wasallam:

ايُّمَا امْرَأةِ نُكِحَتْ بِغَيْرِ اذِنِ وَلِيْهَا، فَنِكَحُهَا بَاطِلٌ. بَاطِلٌ
Artinya : “ Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal… batal.. batal.” (HR Abu Daud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah)
________________________________________________________________________________3


2.         SAKSI
Rasulullah sallallahu `Alaihi Wasallam bersabda:
لاَ نِكَاحَ الاَّ بِوَلِي وَ شَاهِدَيْ عَدْلِ
Artinya : “Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.”(HR Al-Baihaqi dan Ad-Daaruquthni. Asy-Syaukani dalam Nailul Athaar berkata : “Hadist di kuatkandengan hadits-hadits lain.”)
3.         AKAD NIKAH
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
1.         Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
2.         Adanya Ijab Qabul.
3.         Adanya Mahar.
4.         Adanya Wali.
5.         Adanya Saksi-saksi.
Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.         Kedua belah pihak sudah tamyiz.
2.         Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qobul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qobul.
Di dalam ijab qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan kata-kata kasar. Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.


________________________________________________________________________________4


Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi berkata dalam kitabnya Minhaajul Muslim. “Ucapan ketika akad nikah seperti: Mempelai lelaki : “Nikahkanlah aku dengan putrimu yang bernama Fulaanah.” Wali wanita : “Aku nikahkan kamu dengan putriku yang bernama Fulaanah.” Mempelai lelaki : “Aku terima nikah putrimu.”
4.         MAHAR (MAS KAWIN)
Mahar adalah tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita.Mahar juga merupakan pemberian seorang laki-laki kepada perempuan yang dinikahinya, yang selanjutnya akan menjadi hak milik istri secara penuh. Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari’at Islam,tetapi yang disunnahkan adalah mahar itu disesuaikan dengan kemampuan pihak calon suami. Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).”(H.R. Al-Hakim: 2692)
C.     Khitbah ( peminangan )
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)
*        Yang perlu diperhatikan oleh wali
Ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:
1.         Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
فَسَادٌ عَرِيْضٌ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَ



________________________________________________________________________________5


Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al- Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)
2.         Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.
Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu.
D.     Hukum Menikah
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima yaitu :
1.         Wajib bagi orang yang sudah mampu nikah,sedangkan nafsunya telah mendesak untuk melakukan persetubuhan yang dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinahan.
2.         Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin kepada calon istrinya,sedangkan nafsunya belum mendesak.
3.         Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai kemampuan untuk nikah,tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat haram.
4.         Makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu member belanja calon istrinya.
5.         Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alas an-alasan yang mewajibkan segera nikah atau karena alas an-alasan yang mengharamkan untuk nikah.
E.      Anjuran Islam
Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :
1.         Sunnah Para Nabi dan Rasul
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra'd : 38).
Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan sunnah para rasul : [1] Hinna',1 [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. (HR. At-Tirmizi 1080)



________________________________________________________________________________6


2.         Bagian Dari Tanda Kekuasan Allah
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)
3.         Salah Satu Jalan Untuk Menjadi Kaya
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS. An-Nur : 32)

4.         Ibadah Dan Setengah Dari Agama
Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
5.         Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam
Islam berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh yang membawa kepada perbuatan zina.
Tetapi di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri.
Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w, dengan nada marah lantas ia berkata:

________________________________________________________________________________7


'Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah pun akan meluruskan kepadamu.
Kemudian turunlah ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحَرِّمُواْ طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas. (QS. Al-Maidah: 87)
6.         Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.
وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)
F.       Tujuan Nikah
Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini. Namun hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan berikut ini:
1.         Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ...
Wahai sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah….”
2.         Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”


________________________________________________________________________________8


3.         Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)
G.     Hikmah Pernikahan
1.         Untuk menjaga kesinambungan generasi manusia.
2.         Menjaga kehormatan dengan cara menyalurkan kebutuhan biologis secara syar'i.
3.         Kerja sama suami-istri dalam mendidik dan merawat anak.
4.         Mengatur rumah tangga dalam kerjasama yang produktif dengan memperhatikan hak dan kewajiban.
H.      Syarat Perkawinan
merupakan dasar sah tidaknya suatu perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri. Adapun syarat-syarat yang harus terpenuhi dari perkawinan antara lain yaitu :
 1) Calon suami dengan syarat-syarat
 - Beragama Islam
- Laki-laki
 - Jelas orangnya (bukan khuntha> muskhil)
- Dapat memberikan persetujuan
- Tidak terdapat halangan melakukan perkawinan
2) Calon istri dengan syarat-syarat
- Beragama, meskipun yahudi atau nashrani
- Perempuan (bukan khuntha> mushkil)
- Jelas orangnya
________________________________________________________________________________9


- Dapat dimintai persetujuannya 26 Ibid., 743. 27 Nasiri,Praktik Pronstitusi Gigolo Ala Yusuf Al-Qardawi (Surabaya : khalista, 2010),
 - Tidak terdapat halangan melakukan perkawinan
 3) Wali nikah dengan syarat-syarat
 - Laki-laki
- Dewasa
- Mempunyai hak perwalian
4) Saksi nikah dalam perkawinan harus memenuhi beberapa syarat berikut ini ;
- Minimal dua orang laki-laki
 - Hadir dalam ijab qabul
 - Dapat mengerti maksud akad
- beragama islam
 - bersikap adil
 - dewasa
5) Ijab qobul dengan syarat-syarat
 - dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti kedua belah pihak (pelaku akad dan penerima aqad dan saksi).
- singkat hendaknyamenggunakan ucapan yangmenunjukkan waktu lampau atau salah seorang menggunakan kalimat yang menunjukkan waktu lampausedang lainnya dengan kalimat yang mennjukkan waktu yang akan datang.
Dalam KHI mengenai syarat-syarat melakukan perkawinan dijelaskan dalam pasal 15 sampai dengan pasal 38.Berkaitan dengan kedua calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan disyaratkan juga ketentuan-ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan Pasal 6 dan Pasal 7. Sedangkan tentang mahar (mas kawin) sebagai salah satu bagian dari rukun nikah disebutkan dalam pembahasan tersendiri. Hal ini dikarenakan mahar merupakan salah satu syarat rukun yang sangat penting.




________________________________________________________________________________10


I.      Pengertian Sejodoh
Pengertian 'jodoh' secara bahasa (semantik) adalah pasangan yang pas, atau pasangan yang sesuai di antara keduanya.  Secara terminologi, 'jodoh' adalah pasangan yang saling membutuhkan, atau  pasasangan yang sesuai, cocok, untuk saling menerima dan memberi.
Pengertian 'jodoh' menurut (agama) Islam, adalah pasangan (laki-laki dan perempuan) yang "telah ditetapkan" atau "disahkan" dalam ikatan pernikahan, disebut pasangan suami-istri (pasutri) , apabila dalam perjalanan pasutri, satu di antaranya meninggal maka per-jodoh-annya putus.
Perlukah mencari jodoh?
Pertanyaan pertama, “benarkah jodoh sudah ditetapkan oleh Allah tanpa bisa diubah”, itu mengandung dua pertanyaan yang jawabannya berbeda. Karenanya, kita perlu menelaahnya satu persatu.
A) Benarkah jodoh sudah ditetapkan oleh Allah? Ya, benar. Bahkan, bukan hanya jodoh. Segala hal mengenai diri kita sudah ditetapkan/ditakdirkan oleh Allah ketika kita berada di rahim bunda. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a., dikabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya proses penciptaan setiap orang dari kalian berada di perut ibunya selama 40 hari berupa segumpal air mani. Selanjutnya ia berubah menjadi segumpal darah dalam masa yang sama. Kemudian ia berubah menjadi segumpal daging dalam masa yang sama. Lalu Allah mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya disamping diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, yakni [1] rizkinya, [2] ajalnya, [3] perilakunya, dan [4] bahagia-celakanya.

B) Apakah jodoh (dan segala takdir lain) yang sudah ditetapkan oleh Allah itu bisa diubah? Ya dan tidak. Takdir itu tidak bisa diubah oleh manusia, tetapi dapat diubah oleh Allah. Allah SWT berfirman:
DihapuskanNya mana yang dikehendakiNya, dan ditetapkanNya mana yang dikehendakiNya, sebab di tanganNyalah terpegang Induk Kitab (Lauh Mahfuzh) itu.” (QS ar-Ra’du [13]: 39)
Karena jodoh (dan segala takdir lain) itu hanya bisa diubah oleh Allah, apakah sebaiknya kita menunggu takdir dari Allah saja tanpa perlu berusaha lagi?
Bukan begitu. Alih-alih, Allah dan Rasul-Nya telah mempersilakan kita untuk berusaha supaya Allah mengubah takdir-Nya (dari yang “buruk” ke yang “baik”). Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan [yang ditakdirkan pada] suatu kaum sebelum mereka [berusaha] mengubah keadaan [yang ditakdirkan pada] diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du [13]: 11)

________________________________________________________________________________11


J.      Hak istri atas suami (yaitu hak istri yang harus dipenuhi oleh suami)
1)   Terkait kebendaan
Salah satunya adalah memberikan mahar. Karena mahar merupakan keadilan dan keagungan bagi para wanita. Harta suami adalah harta istri, harta istri adalah miliknya sendiri.
“Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS An Nisa 4)
Kedua adalah memberikan belanja (nafkah)
Memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pakaian, pengobatan. Dan kadar nafkah yang harus diberikan kepada istri janganlah berlebihan. Berikan secara wajar.
“…dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS Al Baqarah 233)
2)   Hak bukan kebendaan (rohaniyah)
ü Pertama, mendapatkan pergaulan secara baik dan patut.
“…pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik. Kamu tidak menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An Nisa 19)
ü Kedua,Jangan sampai perbuatan dan perkataan suami menyakiti hati istrinya. Tahu sendiri kan hati wanita itu seperti apa? Banyak ditemukan suami yang menghardik istrinya karena tak bisa melampiaskan kekesalan yang ada dalam hatinya.
ü Ketiga, mendapatkan perlindungan dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada suatu perbuatan dosa dan maksiat atau ditimpa oleh kesulitan dan mara bahaya. Maka, jika dia adalah suami yang baik, dia tak akan pernah menjual istrinya ke rumah-rumah bordil atau tampil seksi di depan umum hanya untuk mendapatkan sesuap nasi. Hal itu bukanlah pernikahan.
ü Keempat, mendapatkan rasa tenang, kasih sayang, dan rasa cinta dari suaminya.
ü Kelima, mendapatkan pengajaran ilmu syariat dan akhlak. Kalau ada istri yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik sebagai maka suami TIDAK BOLEH melarangnya untuk menghadiri majelis ilmu selama suami belum bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
ü Keenam, berlaku adil ketika melakukan poligami. Tenang, nggak semua pria ingin melakukan poligami kok. Jadi jangan anti dengan kata yang satu ini.
________________________________________________________________________________12


K.       Hak suami atas istri (Yaitu kewajiban yang HARUS dipenuhi istri kepada suaminya)
Hak suami yang wajib dipenuhi istri adalah hak yang sifatnya bukan benda, karena istri seharusnya tak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan hidup dalam rumah tangga. Bahkan diutamakan istri tak bekerja mencari nafkah. Hal ini dimaksudkan agar istri dapat fokus membina keluarga. Menjadi perkecualian jika tulang rusuk telah menjadi tulang punggung keluarga, yang muncul seperti kasus TKW yang bekerja di luar negeri sedangkan suaminya “angon” di rumah, atau wanita sebagai single parent yang dicerai atau suaminya meninggal.
ü Pertama, menggauli suaminya secara layak sesuai dengan fitrahnya.
ü Kedua, memberikan rasa tenang dalam rumah tangganya.
ü Ketiga, taat dan patuh pada suami selama suami tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan maksiat.
ü Keempat, menjaga dirinya dan harta suamninya bila suaminya tidak ada di rumah.
ü Kelima, menjauhkan sesuatu dari segala perbuatan yang tidak disukai suaminya. Termasuk di dalamnya adalah mengundang teman lelaki dan perempuan nya ke rumah selama suami tidak ada.
ü Keenam, menjauhkan dari memperlihatkan muka yang tidak enak dipandang dan suara yang tidak enak didengar.
ü Ketujuh, tidak keluar rumah tanpa seizin suami. Seiring teknologi yang semakin canggih izin lebih mudah dilakukan dengan mengirim sms, telepon dan media yang lain.
L.     Hak bersama suami istri
Telah dihalalkan bergaul dan bersenang-senang di antara keduanya. Hanya saja dilarang untuk mendatangi istri di saat haid, nifas,  ihram, dzihar (menyamakan punggung istrinya seperti punggung ibunya sehingga tak ada keinginan untuk menggaulinya). Seorang suami yang mendzihar istrinya harus membayar kafarat (denda) dengan membebaskan 1 budak atau puasa selama 2 bulan berturut-turut jika ingin kembali pada istrinya.
1.      Pertama, hak untuk saling mendapatkan warisan
2.      Kedua, Hak untuk mendapatkan perwalian nasab anak
3.      Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
4.      Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
5.      Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
________________________________________________________________________________13


6.      Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
7.      Sedangkan kewajiban yang harus dilakukan bersama dalam rumah tangga bagi suami istri adalah memelihara dan mendidik anak keturunan yang lahir dari pernikahan dan memelihara kehidupan pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rohmah.
























________________________________________________________________________________14


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
 Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( النكاح ), adapula yang mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj.Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan.
                Rukun nikah ada 4 yaitu:
1.       Wali
2.       Saksi
3.       Akad nikah
4.       Mahar
            Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima yaitu :
1.       Wajib 
2.       Haram 
3.       Sunnah 
4.       Makruh 
5.       Mubah 
            Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :               
1.       1.Sunnah Para Nabi dan Rasul
2.          2.Bagian Dari Tanda Kekuasan Allah
3.          Salah Satu Jalan Untuk Menjadi Kaya
4.          4.Ibadah Dan Setengah Dari Agama
5.          5.Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam
6.          6.Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
                  Pengertian 'jodoh' secara bahasa (semantik) adalah pasangan yang pas, atau pasangan yang sesuai di antara keduanya.  Secara terminologi, 'jodoh' adalah pasangan yang saling membutuhkan, atau  pasasangan yang sesuai, cocok, untuk saling menerima dan memberi.
Pengertian 'jodoh' menurut (agama) Islam, adalah pasangan (laki-laki dan perempuan) yang "telah ditetapkan" atau "disahkan" dalam ikatan pernikahan, disebut pasangan suami-istri (pasutri) , apabila dalam perjalanan pasutri, satu di antaranya meninggal maka per-jodoh-annya putus.
            Adapun Hikmah-Hikmah Pernikahan yaitu:
1.         Untuk menjaga kesinambungan generasi manusia.
2.         Menjaga kehormatan dengan cara menyalurkan kebutuhan biologis secara syar'i.
3.         Kerja sama suami-istri dalam mendidik dan merawat anak.
4.         Mengatur rumah tangga dalam kerjasama yang produktif dengan memperhatikan hak dan kewajiban.


________________________________________________________________________________1
5

DAFTAR PUSTAKA




Kalau Mau Copas jangan LUPA KASIH SUMBERNYA ^_^
Dan jangan lupa LIKE + Comment ^_^

No comments:

Post a Comment