KEKUASAAN YUDIKATIF
DI INDONESIA
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Tugas Makalah yang berjudul “KEKUASAAN
YUDIKATIF DI INDONESIA” pada mata kuliah Hukum Tata Negara.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai
akan saran dan kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian
yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata
pengantar
Daftar isi
Bab 1
pendahuluan
Latar
belakang
Rumusan
masalah
Bab 2 pembahasan
Pengertian
yudikatif
Tugas dan
wewenang yudikatif
Kekuasaan
yudikatif
Bab 3 penutup
Kesimpulan
dan saran
Daftar
pustaka
BAB
1 PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Badan Yudikatif Indonesia
berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal
adanya badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut.
Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Kontitusi, dan Komisi Yudisial.
Keuasaan Negara yang absolute (mutlak) yang menguasai seluruh bidang kehidupan
negara sentalistik dalam satu kekuasaan akan melahirkan hasil yang tidak
efektif dan efisien bahkan cenderung menyimpang dari konstitusi dan peraturan
yang berlaku. Untuk itu kenyataan ini mendorong para filosof untuk mencari
solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan agar merata dan tidak menumpuk pada
satu orang atau institusi kekuasaan saja. Pemikiran yang dilahirkan oleh para
filosof tersebut adalah salah satunya berupa teori Trias Politica. Teori ini
menyatakan bahwa kekuasaan negara perlu dilakukan pemisahan dalam tiga bagian
yaitu kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Pemisahan ini
ditujukanuntuk menciptakan efektivitas dan efisiensi serta transparansi
pelaksanaan kekuasaan dalam negara sehingga tujuan nasional suatu negara dapat
terwujud dengan maksimal. Khusus mengenai Yudikatif adalah fungsi untuk
mengadili penyelewengan peraturan yang telah dibuat oleh Legislatif dan
dilaksanakan oleh Eksekutif. Dalam sejarahnya, Indonesia telah mengalami rotasi
pergantian kekuasaan. Ini ditandai dengan adanya masa kekuasaan yang dikenal
dengan tiga masa, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan masa Orde
Reformasi. Di setiap masa memiliki cirri khas kekuasaan yang berbeda-beda. Dari
perbedaan setiap masa, dapat dilihat cara dalam menerapkan kekuasaannya
terhadap lembaga-lembaga yang terdapat pada masa itu. kekuasaan Yudikatif
mungkin juga berbeda peranannya dalam setiap adanya tiga masa kekuasaan
tersebut. Maka disini kami mengambil judul makalah “KEKUASAAN YUDIKATIF DI
INDONESIA”.
- Rumusan Masalah
1.
Apa saja tugas dan wewenang badan Yudikatif di Indonesia?
2.
Bagaimana fungsi lembaga Yudikatif dalam sistem politik Indonesia masa
Orde Baru dan Reformasi?
- Tujuan Masalah
1.
Mengetahui tugas dan wewenang badan Yudikatif di Indonesia.
2.
Mengetahui fungsi lembaga Yudikatif dalam sistem politik Indonesia masa
Orde Baru dan Reformasi.
BAB 2 PEMBAHASAN
A.
TUGAS DAN WEWENANG BADAN YUDIKATIF DI INDONESIA
Badan Yudikatif Indonesia
berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal
adanya 3 badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut.
Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi
Yudisial.
a.
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah pemegang
kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah. Undang-undang yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman adalah
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Penyelengggaraan
kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan peradilan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan pokok menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
perkara yang diajukan kepadanya. Adapun lingkungan kekuasaan kehakiman
berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kahakiman,
terdiri atas:
a)
Peradilan Umum
b)
Peradilan Agama
c)
Peradilan Militer, dan
d)
Peradilan Tata Usaha Negara.
Mahkamah Agung adalah
peradilan tertinggi. Hal itu berarti putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh badan peradilan lain, dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah
Agung. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.
Berdasarkan ketentuan
tersebut, secara garis besar kekuasaan Mahkamah Agung mencakup dua hal, yaitu
kekuasaan dalam peradilan dan di luar peradilan.
1)
Kekuasaan Mahkamah Agung di dalam peradilan meliputi kekuasaan dalam
hal-hal berikut:
a)
Mengukuhkan atau membatalkan putusan dan penetapan pengadilan lain dalam
tingkat kasasi.
b)
Meninjau kembali putusan-putusan pengadilan yang telah mempunyai kekatan
hukum tetap, yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan.
c)
Memutus sengketa tentang wewenang mengadili antara pengadilan-pengadilan
di beberapa lingkungan peradilan.
d)
Member putusan dalam tingkat banding atas segala keputusan wasit
(Pengadilan Arbiter), yaitu peradilan swasta yang terdapat dalam dunia perdagangan
yang diakui pemerintah.
2)
Kekuasaan Mahkamah Agung di luar peradilan sebagai berikut:
a)
Melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya pengadilan di bawahnya.
b)
Melakukan pengawasan tertinggi atas para notaries dan pengacara
c)
Member nasihat kepada presiden dalam hal member grasi, amnesti, abolisi,
dan rehabilitasi, atau pertimbangan-pertimbangan dan keterangan tentang soal
yang berhubungan dengan hukum apabila hal itu diperlukan pemerintah.
d)
Menguji sah tidaknya suatu peraturan yang lebih rendah ari undang-undang
terhadap peraturan yang lebih tinggi.
Selanjutnya, Mahkamah Agung
memiliki beberapa wewenang berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004, diantaranya sebagai
berikut:
1.
Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung;
2.
Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang; dan
3.
Melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam
lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan undang-undang.
Sebagai sebuah lembaga
Yudikatif, Mahkamah Agung memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut
adalah:
1.
Fungsi Peradilan
1) Membina
keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali
2) Memeriksa
dan memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang
kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan muatannya
oleh kapal perang RI
3) Hak uji
materiil, yaitu menguji/menilai peraturan perundangan di bawah undang-undang
apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
2.
Fungsi Pengawasan
1) Pengawas
tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan.
2) Pengawas
pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat
pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan.
3) Pengawas
Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan,
sesuai Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung nomor 14 tahun 1985).
3.
Fungsi Mengatur
Mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur
dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung.
4.
Fungsi Nasehat
1) Memberikan
nasehat/pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain.
2) Memberi
nasehat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian/penolakan
Grasi dan Rehabilitasi.
5.
Fungsi Administratif
1) Mengatur
badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35
tahun 1999.
2) Mengatur
tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan
Pengadilan.
Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah sekretariat
yang membawahi Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum, Direktorat Jendral
Badan Peradilan Agama, Direktorat Jendral Badan Peradilan Tata Usaha Negara,
Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan dan
Pendidikan, serta Badan Urusan Administrasi. Badan Peradilan Militer kini
berada di bawah pengaturan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha
Negara.
b.
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang
dibentuk setelah adanya amandemen UUD 1945. Tugas dan wewenang MK diatur dalam
pasal 24 C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 yaitu :
1. Menguji
UU terhadap UUD
2. Memutus
sengketa kewenangan antar lembaga negara.
3. Memutus
pembubaran partai politikmemutus sengketa hasil pemilu.
4. Memberi
putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh presiden dan/atau Wakil presiden menurut UUD.
Sedangkan menurut UU No. 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a)
Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b)
Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c)
Memutus pembubaran partai politik; dan
d)
Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9
orang anggota Hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari
9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang
menjabat wakil ketua merangkap anggota. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Konstitusi masing-masing menjabat selama 3 tahun. Selama menjabat sebagai anggota
Mahkamah Konstitusi, para Hakim tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai
pejabat negara, anggota partai politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai
negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh
Presiden. Seorang Hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.
Hingga kini, beberapa perkara telah
diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. Perkara-perkara tersebut misalnya Pengujian
Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik
dengan Pemohon Edy Cahyono, et.al. Perkara lainnya misalnya
Pengujian Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Atau, yang
bersangkutan dengan hasil pemilu seperti Permohonan Keberatan terhadap
Penetapan Perhitungan Suara Hasil Pemilukada Kabupaten Belu Putaran II tahun
2008.
c.
Komisi Yudisial
Komisi Yudisial merupakan lembaga
tinggi negara yang bersifat independen dan relatif baru. Lembaga ini banyak
berkaitan dengan struktur yudikatif oleh sebab ia bertugas menseleksi
calon-calon hakim. Peraturan mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam
Undang-undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial. Dalam
melakukan tugasnya, Komisi Yudisial bekerja :
a) Melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung
b) Melakukan
seleksi terhadap calon Hakim Agung
c) Menetapkan
calon Hakim Agung, dan
d) Mengajukan
calon Hakim Agung ke DPR.
Di sisi lain, Mahkamah Agung,
Pemerintah, dan masyarakat dapat pula mengajukan calon Hakim Agung kepada
Komisi Yudisial.
Beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum Komisi Yudisial adalah :
1. Pasal 24A
ayat (3) UUD 1945 yang telah diamandemen : Calon hakim agung diusulkan oleh
Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden.
2. Pasal 24B
UUD 1945 :
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang mempunyai kewenangan untuk
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
UU No. 4 Tahun 2004 :
Pasal 34 ayat (1) : Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan
hakim agung dilakukan oleh Komisi yudisial yang diatur dengan Undang – Undang.
Pasal 34 ayat (3) : Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat
serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial
yang diatur dalam Udang – Undang.
Berdasarkan dasar hukum tersebut, maka kewenangan
Komisi Yudisial meliputi :
1. Mengusulkan
pengangkatan hakim agung.
2. Menjaga
dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
3. Memberi
penghargaan kepada hakim yang berprestasi.
Dalam melakukan pengawasan
terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang
perilaku hakim, meminta laporan berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan
perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku
hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode
etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa
rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi
serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi Yudisial diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat, Presiden membentuk
Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur
pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Seorang
anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 periode. Selama melaksanakan tugasnya, anggota Komisi
Yudisial tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai pejabat negara lain, hakim,
advokat, notaris/PPAT, pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS, pegawai
negeri, ataupun pengurus partai politik. Komisi Yudisial bertanggungjawab
kepada publik melalui DPR, dengan
cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan
akurat.
B.
FUNGSI LEMBAGA YUDIKATIF DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA MASA ORDE BARU
DAN REFORMASI
a.
Masa Orde Baru
Pada saat Orde Baru Soeharto menjabat sebagai Presiden
ditandai dengan adanya Supersemar. Saat Orde Baru pemerintah ORBA bertekat untuk menjalankan UUD 1945
dan pancasila secara murni dan konsekuwen. Pada saat Orde Baru menggunakan
sistem demokrasi pancasila yang di bawah kepemimpinan Soeharto dan menganut
sistem Presidensial dimana lembaga-lembaga pemerintahan (Eksekutif, Legislatif,
dan Yudikatif) setara. Tetapi aturan tersebut kurang begitu baik dijalani
malahan sering dan selalu terjadi pelanggaran-pelanggaran.
Masa Orde Baru merupakan masa yang diharapkan dapat
membawa Indonesia menjadi lebih mandiri dan baik. Akan tetapi rupanya
pemerintah berpendapat lain, seperti terbukti dari Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang menggantikan
Undang-Undang No.19 Tahun 1964. Melihat pasal 26 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 yang mengatur hak Mahkamah
Agung untuk menguji dan menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan dari
tingkat yang lebih rendah dari undang-undang,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pedoman kita dalam hal ini adalah sesuai
dengan pasal 130 undang-undang
dasar RIS dan pasal 95 Undang-Undang Dasar Sementara
1950 bahwa “Undang-Undang tidak dapat di ganggu gugat”.
Berarti hanya Undang-Undang Dasar dan
Ketetapan MPR(S) yang dapat memberi ketentuan apakah Mahkamah Agung berhak
menguji undang-undang atau tidak. Tidak disebut hak
menguji ini dalam Undang-Undang dasar 1945 dan
dalam ketetapan MPR(S) yang dapat mengaturnya sebagai suatu perwujudan dari
hubungan hukum antara alat perlengkapan Negara yang ada dalam negara, berarti
bahwa undang-undang ini (undang-undang pokok ketentuan kehakiman) tidak dapat
memberikan kepada Mahkamah Agung kewenangan hak menguji, apalagi secara
materiil undang-undang terhadap undang-undang dasar. Hanya undang-undang dasar ataupun ketetapan MPR(S) yang dapat
memberikan ketentuan mengenai hal tersebut. Pemilihan anggota Yudikatif dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan Mahdep. MahDep merupakan forum yang digunakan sebagai ajang
konsultasi antara Mahkamah Agung dan Departemen dalam membicarakan daftar
kandidat Hakim Agung yang akan diajukan ke Mahkamah Agung dan Pemerintah ke
Dewan Perwakilan Rakyat. Status Ketua Mahkamah Agung sudah tidak menjadi
menteri. Hakim Agung yang berhasil dipilih umumnya didasarkan pada kualitas
yang tidak jelas. Adanya indikasi praktek droping nama dengan cara Hakim Agung
biasanya akan memberikan usulan nama kepada ketua Mahkamah Agung dengan harapan
Ketua Mahkamah Agung akan memberikan perhatian kepada kandidat dan memasukkan
namanya dalam daftar. Adanya indikasi jaringan, petemanan, hubungan keluarga
dan sebagainya yang mengakibatkan pemilihan dilakukan tidak secara objektif.
Beberapa Hakim yang ada yang memiliki hubungan satu sama lain, misalnya
memiliki latar belakang sosial atau keluarga yang sama. Hubungan seperti ini
seringkali mempengaruhi proses penentuan daftar nama yang disusun ketua
Mahkamah Agung. Adanya Indikasi praktik-praktik suap dengan cara memberikan
hadiah atau membayar sejumlah uang yang dikeluarkan oleh seseorang yang ingin dicalonkan.
Dalam prakteknya Yudikatif masih didominasi oleh Eksekutif, dibuktikan dengan
setiap mempresentasikan calon Hakim harus disertai memasukkan nama-nama dari
militer maupun kejaksaan. Sehingga dalam prakteknya pun masih didominasi
Eksekutif. Kekuasaan Yudikatif tidak bisa memeriksa Eksekutif, masalnya kasus-kasus yang menyangkut Presiden, prakteknya Presiden
diatas lembaga Yudikatif.
a)
Rekruitmen
politik: pemilihan anggota Yudikatif dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahdep.
Status Ketua Mahkamah Agung sudah tidak menjadi menteri. Hakim Agung yang
berhasil dipilih umumnya didasarkan pada kualitas yang tidak jelas. Adanya
indikasi praktek droping nama dengan cara Hakim Agung biasanya akan memberikan
usulan nama kepada ketua Mahkamah Agung dengan harapan Ketua Mahkamah Agung
akan memberikan perhatian kepada kandidat dan memasukkan namanya dalam daftar.
Adanya indikasi jaringan, petemanan, hubungan keluarga dan sebagainya yang
mengakibatkan pemelihan dilakuakan tidak secara objektif. Beberapa Hakim yang ada
yang memiliki hubungan satu samalain, misalnya memiliki latar belakang sosial
atau keluarga yang sama. Hubungan seperti ini seringkali mempengaruhi proses
penentuan daftar nama yang dususun ketua Mahkamah Agung. Adanya Indikasi
praktik-praktik suap sengan cara memberikan hadiah atau membeyar sejumlah uang
yang dilakuakan oleh seseorang yang ingin dicalonkan.
b)
Sosialisasi
politik: dalam prakteknya Yudikatif masih didominasi oleh Eksekutif, dibuktikan
dengan setiap mempresentasikan calon Hakim harus disertai memasukkan nama-nama
dari militer maupun kejaksaan. Sehingga dalam prakteknya pun masih didominasi
Eksekutif.
c)
Komunikasi
politik: kekuasaan Yudikatif tidak bisa memeriksa Eksekutif, masalnya kasus-kasus yang menyangkut Presiden, prakteknya Presiden
diatas lembaga Yudikatif.
b.
Reformasi
Kekuasaan kehakiman di Indonesia banyak mengalami
perubahan sejak masa Reformasi. Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 10 November 2001, mengenai bab kekuasaan kehakiman BAB IX memuat
beberapa perubahan (Pasal 24A, 24B, 24C) amandemen menyebutkan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung bertugas untuk menguji peraturan perundangan dibawah UU terhadap UU. Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK), mempunyai kewenangan menguji UU terhadap UUD’45.
Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk: Pertama, mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review), memutuskan sengketa
kewenangan lembaga Negara, memutuskan pembubaran partai politk, memutuskan
perselisihan tentang pemilihan umum. Kedua, memberikan putusan pemakzulan
(impeachment) atau menurunkan Presiden dan/atau wakil presieden aras permintaan
DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan yang tercela.
Mahkamah Agung (MA). Kewenangannya adalah menyelenggarakan kekuasaan peradilan yang
berada dilingkunan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha Negara. MA
berwenang mengadili pada tingkat kasasi. Calon Hakim diajukan oleh Komisi
Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dan ditetapkan sebagai Hakim
Agung oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh Hakim
Agung, Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya. Keputusan Mahkamah Agung
terlepas dari kekuasaan Eksekutif. Mahkamah Agung bisa Memberikan putusan
pemakzulan (impeachment) Presiden dan/atau wakil presieden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa
pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau
perbuatan tercela. kedudukan Yudikatif, Eksekutif, Legislatif sama, jadi peran
Yudikatif tidak bisa dipengaruhi oleh Eksekutif atau Legislatif, Yudikatif
berdiri sendiri tanpa campur tangan pihak lain.
Rekruitmen politik: penetapan calon Hakim dilakukan
oleh Mahkamah Agung, Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya sesuai UU.
Sosialisasi politik: keputusan Mahkamah Agung terlepas
dari kekuasaan Eksekutif. Mahkamah Agung bisa Memberikan putusan pemakzulan
(impeachment) atau menurunkan presiden dan/atau wakil presieden atas permintaan
DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
Komunikasi politik: kedudukan Yudikatif, Eksekutif,
Legislatif sama, jadi peran Yudikatif tidak bisa dipengaruhi oleh Eksekutif
atau Legislatif, Yudikatif berdiri sendiri.
Tabel Perbandingan:
No
|
Pembeda
|
Orde Baru
|
Reformasi
|
1.
|
Rekruitmen
Politik
|
Adanya indikasi praktek
droping nama
|
Eksekutif mendominasi, dibuktikan dengan setiap
mempresentasikan calon Hakim harus disertai memasukkan nama-nama dari militer
maupun kejaksaan Penetapan calon Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung, Hakim
Agung dipilih berdasarkan kualitasnya sesuai UU.
|
|
|
Adanya indikasi
jaringan, petemanan, hubungan keluarga dan sebagainya yang mengakibatkan
pemelihan dilakuakan tidak secara objektif
|
|
2.
|
Sosialisasi politik
|
Yudikatif masih
didominasi oleh Eksekutif Keputusan Mahkamah Agung terlepas dari kekuasaan
Eksekutif.
|
keputusan Mahkamah
Agung terlepas dari kekuasaan Eksekutif.
|
3.
|
Komunikasi politik
|
Kekuasaan Yudikatif
tidak bisa memeriksa Eksekutif
|
Kedudukan Yudikatif,
Eksekutif, Legislatif sama
|
4.
|
Sistem Kerja
|
Lebih bekerja untuk melindungi dan menaungi
|
Eksekutif Bebas dan menjalankan tugas melayani seluruh masyarakat
sesuai UU.
|
BAB 3 PENUTUP
A.
Kesimpulan
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi
menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya 3 badan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu
adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Dimana masing-masing memiliki tugas dan kewenangan yang diatur dalam
undang-undang.
Perkembangan badan Yudikatif di Indonesia sangat
bervariasai dari masa ke masa, pada masa orde baru
badan Yudikatif dikoreksi dengan dikeluarkannya asas yudicial review akan
tetapi pada prakteknya asas itu hanya menjadi teori dan tidak dipraktekan pada
sistem kerjanya, serta adanya praktek nepotisme dalam perekrutan Hakim Agung.
Pada saat Orde Baru memang ketua Mahkamah Agung sudah tidak menjadi menteri
tetapi dalam perekrutan Hakim harus diselingi oleh nama militer maupun
kejaksaan, jadi pemilihan anggota Yudikatif tidak objektif sesuai dengan
kemampuanya. Dan pada era Orde Baru badan Yudikatif pada prakteknya tidak bisa
memeriksa Presiden atau lembaga Eksekutif. Jadi saat era demokrasi terpimpin,
dan Orde Lama masih dikuasai oleh badan Eksekutif. Ini juga disimpulkan bahwa
lembaga Yudikatif pada era orde lama dan era orde baru belum independen.
Pada saat era Reformasi penetapan calon Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya. Pada era reformasi lembaga Yudikatif terlepas dari kekuasaan presiden dan Yudikatif bisa memeriksa badan Eksekutif, karena badan Yudikatif dalam prakteknya sama dengan lembaga Eksekutif dan Legislatif. Masa reformasi, badan Yudikatif mulai memperlihatkan banyak perubahan salah satu perubahan tersebut adalah, amandemen ketiga UUD 1945 mengenai BAB kekuasaan kehakiman BAB IX memuat beberapa perubahan yaitu pada pasal 24a, 24b, dan 24c yang dalam amandemen itu menyebutkan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pada masa reformasi ini banyak dibangun lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON) dan Komisi Hukum Nasional (KHN) yang diharapkan dapat membangun sistem hukum Indonesia yang lebih baik lagi dari masa masa sebelumnya.
Pada saat era Reformasi penetapan calon Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya. Pada era reformasi lembaga Yudikatif terlepas dari kekuasaan presiden dan Yudikatif bisa memeriksa badan Eksekutif, karena badan Yudikatif dalam prakteknya sama dengan lembaga Eksekutif dan Legislatif. Masa reformasi, badan Yudikatif mulai memperlihatkan banyak perubahan salah satu perubahan tersebut adalah, amandemen ketiga UUD 1945 mengenai BAB kekuasaan kehakiman BAB IX memuat beberapa perubahan yaitu pada pasal 24a, 24b, dan 24c yang dalam amandemen itu menyebutkan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pada masa reformasi ini banyak dibangun lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON) dan Komisi Hukum Nasional (KHN) yang diharapkan dapat membangun sistem hukum Indonesia yang lebih baik lagi dari masa masa sebelumnya.
B.
Saran
1.
Pemerintah
Sebagai pemegang kekuasaan
hendaknya pemerintah dapat menjalankan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan
aturan yang tentunya untuk kebaikan bersama. UU yang dibuat hendaknya dilakukan
dan diawasi dengan baik.
2.
Lembaga Kehakiman
Lembaga Kehakiman merupakan
lembaga netral yang bekerja untuk keadilan, hendaknya dalam pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan aturan dan UU untuk melayani seluruh masyarakat.
Diharapkan juga untuk menegakkan aturan dengan seadil-adilnya.
3.
Masyarakat
Masyarakat merupakan subjek
dan sasaran dari setiap aturan dan kebijakan yang dibuat. Hendaknya masyarakat
dapat menjadi pengawas pemerintahan dan lembaga hukum negara agae menjalankan
tugasnya dengan baik. Selain itu masyarakat diharapkan dapat menaati aturan
yang telah dibuat olehlembaga berwenang sesuai UU.
Kalau Mau Copas jangan LUPA KASIH SUMBERNYA ^_^
Dan jangan lupa LIKE + Comment ^_^
No comments:
Post a Comment