Thursday, August 30, 2018

Makalah Kekuasaan Yudikatif Di Indonesia - Hukum Tata Negara


KEKUASAAN YUDIKATIF
DI INDONESIA

 









DISUSUN OLEH :

                              


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA



KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul “KEKUASAAN YUDIKATIF DI INDONESIA” pada mata kuliah Hukum Tata Negara. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Surakarta, April 2016
Penulis







DAFTAR ISI

Halaman
Kata pengantar                                               
Daftar isi
Bab 1 pendahuluan
Latar belakang
Rumusan masalah
Bab 2 pembahasan
Pengertian yudikatif
Tugas dan wewenang yudikatif
Kekuasaan yudikatif
Bab 3 penutup
Kesimpulan dan saran
Daftar pustaka








BAB 1 PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Kontitusi, dan Komisi Yudisial. Keuasaan Negara yang absolute (mutlak) yang menguasai seluruh bidang kehidupan negara sentalistik dalam satu kekuasaan akan melahirkan hasil yang tidak efektif dan efisien bahkan cenderung menyimpang dari konstitusi dan peraturan yang berlaku. Untuk itu kenyataan ini mendorong para filosof untuk mencari solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan agar merata dan tidak menumpuk pada satu orang atau institusi kekuasaan saja. Pemikiran yang dilahirkan oleh para filosof tersebut adalah salah satunya berupa teori Trias Politica. Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan negara perlu dilakukan pemisahan dalam tiga bagian yaitu kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Pemisahan ini ditujukanuntuk menciptakan efektivitas dan efisiensi serta transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam negara sehingga tujuan nasional suatu negara dapat terwujud dengan maksimal. Khusus mengenai Yudikatif adalah fungsi untuk mengadili penyelewengan peraturan yang telah dibuat oleh Legislatif dan dilaksanakan oleh Eksekutif. Dalam sejarahnya, Indonesia telah mengalami rotasi pergantian kekuasaan. Ini ditandai dengan adanya masa kekuasaan yang dikenal dengan tiga masa, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan masa Orde Reformasi. Di setiap masa memiliki cirri khas kekuasaan yang berbeda-beda. Dari perbedaan setiap masa, dapat dilihat cara dalam menerapkan kekuasaannya terhadap lembaga-lembaga yang terdapat pada masa itu. kekuasaan Yudikatif mungkin juga berbeda peranannya dalam setiap adanya tiga masa kekuasaan tersebut. Maka disini kami mengambil judul makalah “KEKUASAAN YUDIKATIF DI INDONESIA”.

  1. Rumusan Masalah
1.      Apa saja tugas dan wewenang badan Yudikatif di Indonesia?
2.      Bagaimana fungsi lembaga Yudikatif dalam sistem politik Indonesia masa Orde Baru dan Reformasi?

  1. Tujuan Masalah
                              1.            Mengetahui tugas dan wewenang badan Yudikatif di Indonesia.
                              2.            Mengetahui fungsi lembaga Yudikatif dalam sistem politik Indonesia masa Orde Baru dan Reformasi.







BAB 2 PEMBAHASAN

                            A.            TUGAS DAN WEWENANG BADAN YUDIKATIF DI INDONESIA
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya 3 badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
                                                       a.            Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Undang-undang yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman adalah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Penyelengggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan peradilan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan pokok menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Adapun lingkungan kekuasaan kehakiman berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kahakiman, terdiri atas:
a)      Peradilan Umum
b)      Peradilan Agama
c)      Peradilan Militer, dan
d)      Peradilan Tata Usaha Negara.

Mahkamah Agung adalah peradilan tertinggi. Hal itu berarti putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh badan peradilan lain, dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.
Berdasarkan ketentuan tersebut, secara garis besar kekuasaan Mahkamah Agung mencakup dua hal, yaitu kekuasaan dalam peradilan dan di luar peradilan.
1)   Kekuasaan Mahkamah Agung di dalam peradilan meliputi kekuasaan dalam hal-hal berikut:
a)    Mengukuhkan atau membatalkan putusan dan penetapan pengadilan lain dalam tingkat kasasi.
b)   Meninjau kembali putusan-putusan pengadilan yang telah mempunyai kekatan hukum tetap, yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan.
c)    Memutus sengketa tentang wewenang mengadili antara pengadilan-pengadilan di beberapa lingkungan peradilan.
d)   Member putusan dalam tingkat banding atas segala keputusan wasit (Pengadilan Arbiter), yaitu peradilan swasta yang terdapat dalam dunia perdagangan yang diakui pemerintah.

2)   Kekuasaan Mahkamah Agung di luar peradilan sebagai berikut:
a)    Melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya pengadilan di bawahnya.
b)   Melakukan pengawasan tertinggi atas para notaries dan pengacara
c)    Member nasihat kepada presiden dalam hal member grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi, atau pertimbangan-pertimbangan dan keterangan tentang soal yang berhubungan dengan hukum apabila hal itu diperlukan pemerintah.
d)   Menguji sah tidaknya suatu peraturan yang lebih rendah ari undang-undang terhadap peraturan yang lebih tinggi.

Selanjutnya, Mahkamah Agung memiliki beberapa wewenang berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004, diantaranya sebagai berikut:
1.    Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung;
2.    Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
3.    Melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan undang-undang.

Sebagai sebuah lembaga Yudikatif, Mahkamah Agung memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1.    Fungsi Peradilan
1)   Membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali
2)   Memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI
3)   Hak uji materiil, yaitu menguji/menilai peraturan perundangan di bawah undang-undang apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
2.    Fungsi Pengawasan
1)   Pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan.
2)   Pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan.
3)   Pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung nomor 14 tahun 1985).

3.    Fungsi Mengatur
Mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung.

4.    Fungsi Nasehat
1)   Memberikan nasehat/pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain.
2)   Memberi nasehat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.

5.    Fungsi Administratif
1)   Mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999.
2)   Mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.

Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah sekretariat yang membawahi Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum, Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, Direktorat Jendral Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan dan Pendidikan, serta Badan Urusan Administrasi. Badan Peradilan Militer kini berada di bawah pengaturan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara.

                                                   b.               Mahkamah Konstitusi
Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang dibentuk setelah adanya amandemen UUD 1945. Tugas dan wewenang MK diatur dalam pasal 24 C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 yaitu :
1.      Menguji UU terhadap UUD
2.      Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara.
3.      Memutus pembubaran partai politikmemutus sengketa hasil pemilu.
4.      Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh presiden dan/atau Wakil presiden menurut UUD.

Sedangkan menurut UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a)    Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b)   Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c)    Memutus pembubaran partai politik; dan
d)   Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota Hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap anggota. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi masing-masing menjabat selama 3 tahun. Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para Hakim tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang Hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.
Hingga kini, beberapa perkara telah diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. Perkara-perkara tersebut misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan Pemohon Edy Cahyono, et.al. Perkara lainnya misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Atau, yang bersangkutan dengan hasil pemilu seperti Permohonan Keberatan terhadap Penetapan Perhitungan Suara Hasil Pemilukada Kabupaten Belu Putaran II tahun 2008.

                                                   c.          Komisi Yudisial

Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen dan relatif baru. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif oleh sebab ia bertugas menseleksi calon-calon hakim. Peraturan mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Dalam melakukan tugasnya, Komisi Yudisial bekerja :
a)    Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
b)   Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
c)    Menetapkan calon Hakim Agung, dan
d)   Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Di sisi lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat dapat pula mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial.

Beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum Komisi Yudisial adalah :
1.   Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang telah diamandemen : Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
2.   Pasal 24B UUD 1945 :
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
UU No. 4 Tahun 2004 :
Pasal 34 ayat (1) : Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi yudisial yang diatur dengan Undang – Undang.
Pasal 34 ayat (3) : Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam Udang – Undang.
Berdasarkan dasar hukum tersebut, maka kewenangan Komisi Yudisial meliputi :
1.      Mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2.      Menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
3.      Memberi penghargaan kepada hakim yang berprestasi.
Dalam melakukan pengawasan terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 periode. Selama melaksanakan tugasnya, anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai pejabat negara lain, hakim, advokat, notaris/PPAT, pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS, pegawai negeri, ataupun pengurus partai politik. Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.

                             B.            FUNGSI LEMBAGA YUDIKATIF DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA MASA ORDE BARU DAN REFORMASI
                                                       a.            Masa Orde Baru
Pada saat Orde Baru Soeharto menjabat sebagai Presiden ditandai dengan adanya Supersemar. Saat Orde Baru pemerintah ORBA bertekat untuk menjalankan UUD 1945 dan pancasila secara murni dan konsekuwen. Pada saat Orde Baru menggunakan sistem demokrasi pancasila yang di bawah kepemimpinan Soeharto dan menganut sistem Presidensial dimana lembaga-lembaga pemerintahan (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) setara. Tetapi aturan tersebut kurang begitu baik dijalani malahan sering dan selalu terjadi pelanggaran-pelanggaran.
Masa Orde Baru merupakan masa yang diharapkan dapat membawa Indonesia menjadi lebih mandiri dan baik. Akan tetapi rupanya pemerintah berpendapat lain, seperti terbukti dari Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang menggantikan Undang-Undang No.19 Tahun 1964. Melihat pasal 26 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 yang mengatur hak Mahkamah Agung untuk menguji dan menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pedoman kita dalam hal ini adalah sesuai dengan pasal 130 undang-undang dasar RIS dan pasal 95 Undang-Undang Dasar Sementara 1950 bahwa “Undang-Undang tidak dapat di ganggu gugat”. Berarti hanya Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR(S) yang dapat memberi ketentuan apakah Mahkamah Agung berhak menguji undang-undang atau tidak. Tidak disebut hak menguji ini dalam Undang-Undang dasar 1945 dan dalam ketetapan MPR(S) yang dapat mengaturnya sebagai suatu perwujudan dari hubungan hukum antara alat perlengkapan Negara yang ada dalam negara, berarti bahwa undang-undang ini (undang-undang pokok ketentuan kehakiman) tidak dapat memberikan kepada Mahkamah Agung kewenangan hak menguji, apalagi secara materiil undang-undang terhadap undang-undang dasar. Hanya undang-undang dasar ataupun ketetapan MPR(S) yang dapat memberikan ketentuan mengenai hal tersebut. Pemilihan anggota Yudikatif dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahdep. MahDep merupakan forum yang digunakan sebagai ajang konsultasi antara Mahkamah Agung dan Departemen dalam membicarakan daftar kandidat Hakim Agung yang akan diajukan ke Mahkamah Agung dan Pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat. Status Ketua Mahkamah Agung sudah tidak menjadi menteri. Hakim Agung yang berhasil dipilih umumnya didasarkan pada kualitas yang tidak jelas. Adanya indikasi praktek droping nama dengan cara Hakim Agung biasanya akan memberikan usulan nama kepada ketua Mahkamah Agung dengan harapan Ketua Mahkamah Agung akan memberikan perhatian kepada kandidat dan memasukkan namanya dalam daftar. Adanya indikasi jaringan, petemanan, hubungan keluarga dan sebagainya yang mengakibatkan pemilihan dilakukan tidak secara objektif. Beberapa Hakim yang ada yang memiliki hubungan satu sama lain, misalnya memiliki latar belakang sosial atau keluarga yang sama. Hubungan seperti ini seringkali mempengaruhi proses penentuan daftar nama yang disusun ketua Mahkamah Agung. Adanya Indikasi praktik-praktik suap dengan cara memberikan hadiah atau membayar sejumlah uang yang dikeluarkan oleh seseorang yang ingin dicalonkan. Dalam prakteknya Yudikatif masih didominasi oleh Eksekutif, dibuktikan dengan setiap mempresentasikan calon Hakim harus disertai memasukkan nama-nama dari militer maupun kejaksaan. Sehingga dalam prakteknya pun masih didominasi Eksekutif. Kekuasaan Yudikatif tidak bisa memeriksa Eksekutif, masalnya kasus-kasus yang menyangkut Presiden, prakteknya Presiden diatas lembaga Yudikatif.
a)      Rekruitmen politik: pemilihan anggota Yudikatif dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahdep. Status Ketua Mahkamah Agung sudah tidak menjadi menteri. Hakim Agung yang berhasil dipilih umumnya didasarkan pada kualitas yang tidak jelas. Adanya indikasi praktek droping nama dengan cara Hakim Agung biasanya akan memberikan usulan nama kepada ketua Mahkamah Agung dengan harapan Ketua Mahkamah Agung akan memberikan perhatian kepada kandidat dan memasukkan namanya dalam daftar. Adanya indikasi jaringan, petemanan, hubungan keluarga dan sebagainya yang mengakibatkan pemelihan dilakuakan tidak secara objektif. Beberapa Hakim yang ada yang memiliki hubungan satu samalain, misalnya memiliki latar belakang sosial atau keluarga yang sama. Hubungan seperti ini seringkali mempengaruhi proses penentuan daftar nama yang dususun ketua Mahkamah Agung. Adanya Indikasi praktik-praktik suap sengan cara memberikan hadiah atau membeyar sejumlah uang yang dilakuakan oleh seseorang yang ingin dicalonkan.
b)      Sosialisasi politik: dalam prakteknya Yudikatif masih didominasi oleh Eksekutif, dibuktikan dengan setiap mempresentasikan calon Hakim harus disertai memasukkan nama-nama dari militer maupun kejaksaan. Sehingga dalam prakteknya pun masih didominasi Eksekutif.
c)      Komunikasi politik: kekuasaan Yudikatif tidak bisa memeriksa Eksekutif, masalnya kasus-kasus yang menyangkut Presiden, prakteknya Presiden diatas lembaga Yudikatif.

                                                            b.      Reformasi
Kekuasaan kehakiman di Indonesia banyak mengalami perubahan sejak masa Reformasi. Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 November 2001, mengenai bab kekuasaan kehakiman BAB IX memuat beberapa perubahan (Pasal 24A, 24B, 24C) amandemen menyebutkan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung bertugas untuk menguji peraturan perundangan dibawah UU terhadap UU. Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK), mempunyai kewenangan menguji UU terhadap UUD45. Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk: Pertama, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review), memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara, memutuskan pembubaran partai politk, memutuskan perselisihan tentang pemilihan umum. Kedua, memberikan putusan pemakzulan (impeachment) atau menurunkan Presiden dan/atau wakil presieden aras permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan yang tercela.
Mahkamah Agung (MA). Kewenangannya adalah menyelenggarakan kekuasaan peradilan yang berada dilingkunan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha Negara. MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi. Calon Hakim diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dan ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung, Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya. Keputusan Mahkamah Agung terlepas dari kekuasaan Eksekutif. Mahkamah Agung bisa Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) Presiden dan/atau wakil presieden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela. kedudukan Yudikatif, Eksekutif, Legislatif sama, jadi peran Yudikatif tidak bisa dipengaruhi oleh Eksekutif atau Legislatif, Yudikatif berdiri sendiri tanpa campur tangan pihak lain.
Rekruitmen politik: penetapan calon Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung, Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya sesuai UU.
Sosialisasi politik: keputusan Mahkamah Agung terlepas dari kekuasaan Eksekutif. Mahkamah Agung bisa Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) atau menurunkan presiden dan/atau wakil presieden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
Komunikasi politik: kedudukan Yudikatif, Eksekutif, Legislatif sama, jadi peran Yudikatif tidak bisa dipengaruhi oleh Eksekutif atau Legislatif, Yudikatif berdiri sendiri.

Tabel Perbandingan:
No
Pembeda
Orde Baru
Reformasi
1.
Rekruitmen Politik
Adanya indikasi praktek droping nama
Eksekutif mendominasi, dibuktikan dengan setiap mempresentasikan calon Hakim harus disertai memasukkan nama-nama dari militer maupun kejaksaan Penetapan calon Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung, Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya sesuai UU.


Adanya indikasi jaringan, petemanan, hubungan keluarga dan sebagainya yang mengakibatkan pemelihan dilakuakan tidak secara objektif
2.
Sosialisasi politik
Yudikatif masih didominasi oleh Eksekutif Keputusan Mahkamah Agung terlepas dari kekuasaan Eksekutif.
keputusan Mahkamah Agung terlepas dari kekuasaan Eksekutif.
3.
Komunikasi politik
Kekuasaan Yudikatif tidak bisa memeriksa Eksekutif
Kedudukan Yudikatif, Eksekutif, Legislatif sama
4.
Sistem Kerja
Lebih bekerja untuk melindungi dan menaungi
Eksekutif Bebas dan menjalankan tugas melayani seluruh masyarakat sesuai UU.


BAB 3 PENUTUP

A.                      Kesimpulan
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya 3 badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Dimana masing-masing memiliki tugas dan kewenangan yang diatur dalam undang-undang.
Perkembangan badan Yudikatif di Indonesia sangat bervariasai dari masa ke masa, pada masa orde baru badan Yudikatif dikoreksi dengan dikeluarkannya asas yudicial review akan tetapi pada prakteknya asas itu hanya menjadi teori dan tidak dipraktekan pada sistem kerjanya, serta adanya praktek nepotisme dalam perekrutan Hakim Agung. Pada saat Orde Baru memang ketua Mahkamah Agung sudah tidak menjadi menteri tetapi dalam perekrutan Hakim harus diselingi oleh nama militer maupun kejaksaan, jadi pemilihan anggota Yudikatif tidak objektif sesuai dengan kemampuanya. Dan pada era Orde Baru badan Yudikatif pada prakteknya tidak bisa memeriksa Presiden atau lembaga Eksekutif. Jadi saat era demokrasi terpimpin, dan Orde Lama masih dikuasai oleh badan Eksekutif. Ini juga disimpulkan bahwa lembaga Yudikatif pada era orde lama dan era orde baru belum independen.
Pada saat era Reformasi penetapan calon Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Hakim Agung dipilih berdasarkan kualitasnya. Pada era reformasi lembaga Yudikatif terlepas dari kekuasaan presiden dan Yudikatif bisa memeriksa badan Eksekutif, karena badan Yudikatif dalam prakteknya sama dengan lembaga Eksekutif dan Legislatif. Masa reformasi, badan Yudikatif mulai memperlihatkan banyak perubahan salah satu perubahan tersebut adalah, amandemen ketiga UUD 1945 mengenai BAB kekuasaan kehakiman BAB IX memuat beberapa perubahan yaitu pada pasal 24a, 24b, dan 24c yang dalam amandemen itu menyebutkan bahwa penyel
enggaraan kekuasaan kehakiman terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pada masa reformasi ini banyak dibangun lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON) dan Komisi Hukum Nasional (KHN) yang diharapkan dapat membangun sistem hukum Indonesia yang lebih baik lagi dari masa masa sebelumnya.




B.                       Saran
1.                   Pemerintah
Sebagai pemegang kekuasaan hendaknya pemerintah dapat menjalankan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan aturan yang tentunya untuk kebaikan bersama. UU yang dibuat hendaknya dilakukan dan diawasi dengan baik.
2.                   Lembaga Kehakiman
Lembaga Kehakiman merupakan lembaga netral yang bekerja untuk keadilan, hendaknya dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan aturan dan UU untuk melayani seluruh masyarakat. Diharapkan juga untuk menegakkan aturan dengan seadil-adilnya.
3.                   Masyarakat
Masyarakat merupakan subjek dan sasaran dari setiap aturan dan kebijakan yang dibuat. Hendaknya masyarakat dapat menjadi pengawas pemerintahan dan lembaga hukum negara agae menjalankan tugasnya dengan baik. Selain itu masyarakat diharapkan dapat menaati aturan yang telah dibuat olehlembaga berwenang sesuai UU.





Kalau Mau Copas jangan LUPA KASIH SUMBERNYA ^_^

Dan jangan lupa LIKE + Comment ^_^









No comments:

Post a Comment