Thursday, August 30, 2018

MAKALAH GUGATAN HUKUM ACARA PERDATA


MAKALAH GUGATAN HUKUM ACARA PERDATA


BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam masarakat sering terjadi perkara-perkara perdata yang melibatkan dua pihak atau lebih. Yang dimaksud dengan perdata, yaitu perkara sipil atau segala perkara selain perkara kriminal atau pidana. Ketika menghadapi masalah perdata, kita dapat mengajukan surat gugatan perdata kepada pengadilan setempat (Pengadilan Negeri).
Surat gugatan perdata dibuat oleh pengacara atau kantor advokat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada pengadilan untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat terkait kasus yang menimpa pihak penggugat.
Surat gugatan perdata memuat pihak penggugat dan tergugat, pihak yang dituju (ketua pengadilan negeri), rincian permasalahan, perihal yang digugat, dan informasi lain yang penting untuk disampaikan berkenaan dengan kasus perdata yang dihadapi. Rincian permasalahan hendaknya dipaparkan seakurat mungkin agar tidak terjadi kesalahpahaman.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Perihal Permohonan dan Gugatan
Ada dua masalah yang selalu terjadi di lingkungan pradilan terutama di lingkungan pradilan umum atau pradilan negeri dan pradilan agama, yaitu pertama permohonan dan kedua masalah gugatan Baik permohonan maupun gugatan dapat diajukan oleh seseorang pemohon/penggugat atau lebih secara bersama-sama.
Perbedaan antara permohonan dan gugatan adalah :
1.      Dalam perkara gugatan ada sengketa, suatu konflik yang harus diselesaikan dan harus diputus oleh pengadilan, sedangkan dalam permohonan tidak ada sengketa atau perselisihan, misalnya segenap ahli waris secara bersama-sama menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum. Atau permohonan untuk mengganti nama dari Liem Sio Liong menjadi Sudono Salim, atau permohonan pengangkatan seorang anak, wali, pengapu, perbaikan akta catatan sipil.
2.      Dalam suatu gugatan ada dua atau lebih pihak yaitu pengguna dan tergugat yang merasa haknya atau hak mereka dilanggar, sedangkan dalam permohonan hanya ada satu pihak yaitu pihak pemohon.
3.      Suatu gugatan dikenal sebagai pengadilan contentiosa atau pengadilan sungguh-sungguh, sedangkan suatu permohonan dikenal sebagai pengadilan voluntair atau pengadilan pura-pura.
4.      Hasil suatu gugatan adalah putusan (vonis) sedangkan hasil suatu permohonan adalah penetapan (beschikking).
Perbedaan ini sudah tidak releven lagi jika dikaitkan dengan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pradilan Agama. Sebab dalam UU tersebut dikenal adanya permohonan dan gugatan perceraian. Permohonan perceraian dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, sedangkan gugatan perceraian dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya. Dalam hal permohonan perceraian yang dilakukan oleh suami pasti ada alasan-alasan perceraian yang sebagaimana disyaratkan oleh UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawian di maan alasan-alasan tersebut bisa jadi merupakan suatu sengketa atau konflik, dan juga ada dua pihak pemohon dan termohon.[1]






B. Cara Mengajukan Gugatan
Suatu tuntutan atau gugatan harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup. Tetapi tidaklah berarti gugatan yang mempunyai kepentingan hukum pasti dikabulkan oleh pengadilan. Hal tersebut masih tergantung banyak kepada pembuktian.
Gugatan dapat diajakan secara lisan (pasal 120 HIR) dan juga secaratertulis (Pasal 118 HIR). HIR maupun Rbg tidak mengatur persyaratan yang diharuskan mengenai isi dari suatu gugatan (inntroductief rekest). Mengenai hal tersebut kita temukan di dalam pasal 8 No.3 RV yang mengharuskan gugatan memuat:
1.      Identitas dari pihak-pihak yang berperkara.
2.      Dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan gugatan (middelen van den eis), atau dikenal dengan istilah Fundamentum Perendi atau Posita.
3.      Gugatan atau Petitum Yang dimaksud dengan identitas meliputi ciri-ciri dari pihak Penggugat maupun Tergugat. Nama, alamatnya, pekerjaannya dan sebagainya.
Mengenai peristiwa menjelaskan mengenai duduk perkara sedangkan tentang hukum diuraikan hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari gugatan.
Sedangkan petitum, adalah apa yang dimintaoleh Penggugat atau apa yang diharapkannya agar diputus oleh Hakim harus terdapat dalam Petitum[2]. Karena itu Petitum harus jelas serta tegas. Petitum tidak boleh berisi pernyataan-pernyataanyang saling bertentangan (obscuur libel). Gugatan yang obscuur libel kemungkinan besar akan ditolak oleh Hakim.
Petitum terdiri dari:
1.      Petitum Primer
2.      Petitum Subsider
Petitum subsider biasa diajukan bersama petitum primer, sebagai gugatan cadangan, seandainya gugat pokok (primer) itu ditolak oleh Hakim. Di dalam praktik petitum subsider itu biasanya terdiri dari kalimat sebagai berikut:
“Agar Hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau mohon putusan yang seadil-adilnya”
Dengan kalimat demikian, masih ada kemungkinan apabila Petitum primair ditolak, Hakim akan mengabulkan gugatan berdasarkan kebebasan Hakim dan keadilan[3].
Dalam cara mengajukan gugatan, yang tidak kalah pentingnya yang harus diperhatikan adalah ke mana gugatan diajukan. Secara garis besar pasal 118 HIR/ 142 RGB mengatur hal tersebut yang mengatakan:
1.      Gugatan perdata yang tingkat pertama masuk wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat gugatan, yang ditanda tangani oleh penggugat atau oleh  orang yang dikuasakan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal tergugat.
2.      Jika tidak diketahui tempat tinggalnya, gugatan diajukan pada pengadilan negeri tempat kediaman. Hal ini dapat dilihat dari rumah tempat kediaman tergugat. Hal ini dapat dilihat dari rumah tempat kediamanna.
3.      Apabila tergugat terdiri dari dua orang atau lebih, gugat diajukan pada tempat tinggal salah seorang dari para tergugat, terserah pilihan dari pengguagat, jadi penggugat yang menentukan di mana akan mengajukan gugatanna.
4.      Apabiala pihak tergugat ada dua orang, yaitu yang seseorang misalnya adalah yang berhutang dan yang lain peminjamnya, maka gugatan harus diajuakan kepada pengadilan negeri pihak yang berhutang. Sehubungan dengan hal ini perlu dikemukakan, bahwa secara analogis dengan ketentuan tersebut, apabila tempat tinggal tergugat dan turut berbeda, gugatan harus di ajukan di tempa tinggal tergugat.
5.      Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak di kenal,gugatan di ajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal penggugat.
6.      Atau kalau gugatan itu tentang benda tidak bergerak,dapat juga di ajukan kepada ketua pengadilan negeri di mana barang tetap itu terletak. Jika benda tidak bergerak itu terletak dalam beberapa daerah hukum pengadilan negeri,maka gugatan di ajukan kepada ketua salah satu pengadilan negeri,menurut pilihan penggugat.

Selain itu terdapat ketentuan-ketentuan yang merupakan kekecualian dari ketentuan HIR/RBG tersebut yang mengatur tentang  ke mana mengajukan gugatan. Ketentuan-ketentuan tersebut terdapat dalam BW,RV dan UU Perkawinan (UU NO.1/1974),yaitu:
1.   Apabila dalam hal tergugat tidak cakap untuk menghadap di muka pengadilan, gugatan di ajukan kepada ketua pengadilan negeri orang tuanya, walinya atau pengapunya (Pasal 21 BW)
2.   Yang menyangkut pegawai negeri,yang berwenang untuk mengadilinya adalah pengadilan negeri di mana ia bekerja (Pasal 20 BW).
3.   Buruh yang menginap di tempat majikannnya,yang berwenang untuki mengadilinya adalah pengadilan negeri tempat tinggal majikan. (Pasal 22 BW).
4.   Tentang hal kepailitan yang berwenang untuk mengadilinya adalah pengadilan negeri yang menyatakan tergugat pailit (Pasal 99 Ayat (15) RV).
5.   Tentang penjaminan (vrijwaring) yang bearwenang untuk mengadilinya adalah pengadilan negeri yang pertama di mana pemeriksaan di lakukan (Pasal 99 Ayat (14) RV). Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan HIR/RBG tersebut di mana gugatan di ajukan kepada pihak yang berhutang.
6.   Yang menyangkut permohonan pembatalan perkawinan, di ajukan kepadea pengadilan negeri dalam daerah hukum di mana perkawinan di langsungkan atau di tempat tinggal  kedua suami istri (Pasal 25 jis 63 (1)b UU No.1/1974 dan Pasal 38 (1) dan (2) PP No. 9/1975).
7.   Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar negeri,gugatan di ajukan di tempat kediaman penggugat dan ketua pengadilan negeri menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat. (Pasal 40 jis Pasal 63 (1)b UU Ni.1/1974,Pasal 20 (2) dan (3) PP No. 9/1975).
Dalam perkembangan tentang kemana mengajukan gugatan ini,maka terdapat beberapa hal yang perlu di kemukakan sehubungan dengan berlakunya UU No. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UU No. 7/1986 tentang Peradilan Agama.
Dalam Pasal 54 UU No. 5/1986 dikatakan:
1.   Gugatan sengketa tata usaha negara di ajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.
2.   Apabila tergugat lebih dari satu badan atau pejabat tata usaha negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan,gugatan di ajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu badan atau pejabat tata usaha negara.
3.  Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat,maka gugatan dapat di ajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan.
4.   Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara yang bersangkutan yang diatur dengan peraturan pemerintah,gugatan dapat di ajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.
5.   Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri,gugatan diajukankepada pengadilan di Jakarta.
6.   Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat diluar negeri,gugatan diajukan kepada pengadilan ditempat kedudukan tergugat.


C. Perwakilan dalam Perkara
Pada dasarnya beracara di muka pengadilan dapat dilakukan secara langsung oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. Namun demikian dalam HIR/RBG terdapat ketentuan yang memberikan kesempatan kepada pihka-pihak tersebut untuk meminta bantuan atau mewakilkan kepada seorang kuasa. Pasal 123 HIR/ 147 RBG menentukan: (1) kedua belah pihak jika mereka menghendaki dapat meminta bantuan atau mewakilkan kepada seorang kuasa yang untuk maksud itu harus dilakukan dengan surat kuasa khusus, kecuali badan yang memberi kuasa hadir sendiri.
Dalam praktek biasanya jika suatu instasi pemerintah terlibat dalam suatu kasus gugatan pradilan, maka pejabat instasi tersebut memberikan kuasa kepada bawahannya yang ahli hukum untuk mewakili dalam perkara tersebut. Atau Jaksa Agung sebagai kuasa dari pemerintah.
Dalam Pradilan Tata Usaha Negara, para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa orang kuasa. Pemberian kuasa dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus atau dapat dilakukan secara lisan di persidangan. Surat kuasa yang dibuat diluar negeri bentuknya harus memenuhi persyaratan di negara yang bersangkutan dan diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia di negara tersebut, serta kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi. (Pasal 57 (1,2,3) UU No. 5/86).
Namun demikian, apabila dipandang perlu hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang mengahadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa. (Pasal 58 UU No. 5/86)
Yang perlu dimuat dalam surat kuasa khusus:
1.      Identitas pemberi dan penerima kuasa yaitu nama lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat tinggal.
2.      Apa yang menjadi pokok sengketa, misalanya perkara perdata jual beli sebidang tanah di tempat tertentu melawan pihak tertentu dengan nomer perkara, pengadilan tertentu.
3.      Batasan tentang isi kuasa yang diberikan. Penerima kuasa melakukan tindakan berdasarkan apa yang disebutkan dalam surat kuasa tersebut. Hal yang tidak disebutkan penerima kuasa tidak berwenang untuk melakukan. Pembatasan tersebut juga menyangkut apakah kuasa itu berlaku hanya untuk pengadilan tingkat pertama atau termasuk juga banding dan kasasi.
4.      Memuat hak substansi  (hak pengganti). Hal ini perlu apabila peneriama kuasa berhalangan, ia dapat melimpahkan kuasa kepada pihak lain untuk menjaga jangan sampai perkara itu tertunda berhalangannya penerima kuasa.
Syarat Penerima Kuasa
Menurut RV (Hukum Acara Peradata) yang berlaku untuk golongan Eropa seorang penerima kuasa itu harus seorang ahli hukum tamatan universitas yang bertitel meester in de rechten. Tetapi menurut  HIR/RGB tidak ada ketentuan yang mengatur tentang syarat keahlian itu. Jadi setiap orang dapat menjadi penerima kuasa, apakah ia sarjana hukum atau tidak, boleh saja menjadi penerima kuasa dalam sidang pengadilan. Hal ini bisa dimaklumi karena pada zaman dahulu masih sedikit para ahli dan sarjana.
Istilah-istilah penerima kuasa :
-          Advokat
-          Procuer
-          Pengacara
-          Penasehat hukum
-          Laweyer
-          Pembela
-          Pokrol
-          Legal advisor
-          Public defender
Organisasi Penerima Kuasa
Dalam sejarahna di Indonesia organisasi profesi hukum yang pertama adalah PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia). Kemudian organisasi profesi hukum yang dibentuk adalah Lembaga Bantuan Hukum yang dikenal kemudian dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Setelah itu muncul berbagai institusi yang bergerak di bidang bantuan hukum antara lain yang dapat disebutkan adalah, Himpunan Penasihat Hukum Indonesia (HPHI); Pusat Bantuan Hukum dan Pengabdi Hukum (PUSBADHI); Persatuan Pengacara Indonesia (PERPIN); LBH Trisula; LBH Kosgoro; LBH Warga Jaya; Bina Bantuan Hukum; dan lain sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya ada keinginan oleh para advokat untuk mempunyai satuh WADAH organisasi profesi hukum. Maka didirikanlah organisasi profesi tersebut yang dikenal dengan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN). Namun demikian dalam perjalanannya ternyata terdapat sebagian anggotanya yang tidak puas dengan oraganisasi IKADIN, sehingga mereka mendirikan organisasi profesi hukum yang lain yaitu, Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Dan kedua organisasi sampai saat ini berjalan sendiri-sendiri.









D. Contoh Surat
SURAT KUASA SUBSTITUSI


Yang bertanda tangan di bawah ini :
            N a m a     :
            Pekerjaan   :
            Alamat      :                 ;  berdasar Surat
Kuasa Khusus tertanggal…………………………(terlampir); selanjutnya sebagai Pemberi Kuasa.


Dengan ini memberikan Kuasa Substitusi kepada :
            N a m a     :
            Pekerjaan   :
            Alamat      :                   ; yang  baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk selanjutnya sebagai Penerima Kuasa.


KHUSUS
Untuk dan atas nama pemberi kuasa selaku Tergugat/Penggugat. . ..di Pengadilan Negri. . . . . . yang terdaftar dalam rol perkara No.. …/Pdt.G/………….mengenai………………………lawan…………………………sebagai Penggugat/Tergugat.

Penerima Kuasa diberi hak untuk menghadap di muka Pengadilan Negeri serta Badan-badan Kehakiman lain, Pejabat-pejabat sipil yang berkaitan dengan perkara tersebut, mengajukan permohonan yang perlu, mengajukan dan menanda tangani gugatan, Replik, Kesimpulan,perdamaian/dading, mengajukan dan menerima Jawaban, Duplik, saksi-saksi dan bukti-bukti, mendengarkan putusan, mencabut perkara dari rol,  menjalankan perbuatan-perbuatan, atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uang dan menandatangani kuitansi-kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, mengajukan banding, kasasi, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima kuasa.

Surat kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi,hak rekopensi serta secara tegas dengan hak retensi dan seterusnya menurut hukum seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1812 KUHPerdata dan menurut syarat-syarat lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang.



                                                            Jakarta,


                          

    Pemberi Kuasa


(.......................)
Penerima kuasa

                                
(. . . . . . . . . . . . .)



( . . . . . . . . .. . . . .)
                                                


                 



SURAT KUASA  (Banding)

Yang bertanda tangan di bawah ini :
            N a m a     :
            Pekerjaan   : 
            Alamat      :                 ; selanjutnya sebagai Pemberi Kuasa.
Dalam hal ini memilih domisili hukum di Kantor Kuasanya tersebut di bawah ini, menerangkan dengan ini memberikan kuasa kepada :


Advokat, pengacara dan Penasehat hukum pada Kantor Pengacara ......., beralamat di ...... yang  baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk selanjutnya sebagai Penerima Kuasa.

KHUSUS :
Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa selaku Pembanding, mewakili, mengajukan dan menanda-tangani banding di Pengadilan Tinggi………………………………atas Putusan Pengadilan Negri No………/Pdt.G/2000/…………tertanggal…………lawan…………………………….selaku Terbanding.

Penerima Kuasa diberi hak untuk menghadap di muka Pengadilan Negeri serta Badan-badan Kehakiman lain, Pejabat-pejabat sipil yang berkaitan dengan perkara tersebut, mengajukan permohonan yang perlu, mengajukan dan menanda tangani gugatan, Replik, Kesimpulan,perdamaian/dading, mengajukan dan menerima Jawaban, Duplik, saksi-saksi dan bukti-bukti, mendengarkan putusan, mencabut perkara dari rol,  menjalankan perbuatan-perbuatan, atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uang dan menandatangani kuitansi-kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, mengajukan banding, kasasi, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima kuasa.

Surat kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi,hak rekopensi serta secara tegas dengan hak retensi dan seterusnya menurut hukum seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1812 KUHPerdata dan menurut syarat-syarat lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang.


                                                            Jakarta,


                          

    Pemberi Kuasa



(.......................)
Penerima kuasa


                           
(. . . . . . . . . . . . .)




( . . . . . . . . .. . . . .)
SURAT KUASA  (Terbanding)


Yang bertanda tangan di bawah ini :
            N a m a     :
            Pekerjaan   : 
            Alamat      :                 ; selanjutnya sebagai Pemberi Kuasa.
Dalam hal ini memilih domisili hukum di Kantor Kuasanya tersebut di bawah ini, menerangkan dengan ini memberikan kuasa kepada :


Advokat, pengacara dan Penasehat hukum pada Kantor Pengacara ......., beralamat di ...... yang  baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk selanjutnya sebagai Penerima Kuasa.

KHUSUS :
Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa selaku Terbanding, mewakili, mengajukan dan menanda-tangani memori banding di Pengadilan Tinggi………………………………atas Putusan Pengadilan Negri No………/Pdt.G/2000/…………tertanggal…………lawan……………………………………selaku Pembanding.

Penerima Kuasa diberi hak untuk menghadap di muka Pengadilan Negeri serta Badan-badan Kehakiman lain, Pejabat-pejabat sipil yang berkaitan dengan perkara tersebut, mengajukan permohonan yang perlu, mengajukan dan menanda tangani gugatan, Replik, Kesimpulan,perdamaian/dading, mengajukan dan menerima Jawaban, Duplik, saksi-saksi dan bukti-bukti, mendengarkan putusan, mencabut perkara dari rol,  menjalankan perbuatan-perbuatan, atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uang dan menandatangani kuitansi-kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, mengajukan banding, kasasi, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima kuasa.

Surat kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi,hak rekopensi serta secara tegas dengan hak retensi dan seterusnya menurut hukum seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1812 KUHPerdata dan menurut syarat-syarat lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang.


\



                                                            Jakarta,
            

    Pemberi Kuasa



(.......................)
Penerima kuasa


                     
(. . . . . . . . . . . . .)


( . . . . . . . . .. . . . .)                                                






SURAT KUASA  (Kasasi)

Yang bertanda tangan di bawah ini :
            N a m a     :
            Pekerjaan   : 
            Alamat      :                 ; selanjutnya sebagai Pemberi Kuasa.
Dalam hal ini memilih domisili hukum di Kantor Kuasanya tersebut di bawah ini, menerangkan dengan ini memberikan kuasa kepada :


Advokat, pengacara dan Penasehat hukum pada Kantor Pengacara ......., beralamat di ...... yang  baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk selanjutnya sebagai Penerima Kuasa.

KHUSUS :
Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa selaku Pemohon Kasasi, mewakili, mengajukan dan menanda-tangani kasasi di Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Tinggi……………… No………/Pdt/2000/…………tertanggal…………lawan………………………………………selakuTermohon Kasasi.

Penerima Kuasa diberi hak untuk menghadap di muka Pengadilan Negeri serta Badan-badan Kehakiman lain, Pejabat-pejabat sipil yang berkaitan dengan perkara tersebut, mengajukan permohonan yang perlu, mengajukan dan menanda tangani gugatan, Replik, Kesimpulan,perdamaian/dading, mengajukan dan menerima Jawaban, Duplik, saksi-saksi dan bukti-bukti, mendengarkan putusan, mencabut perkara dari rol,  menjalankan perbuatan-perbuatan, atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uang dan menandatangani kuitansi-kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, mengajukan banding, kasasi, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima kuasa.

Surat kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi,hak rekopensi serta secara tegas dengan hak retensi dan seterusnya menurut hukum seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1812 KUHPerdata dan menurut syarat-syarat lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang.


                                                            Jakarta,


                         
    Pemberi Kuasa


(.......................)
Penerima kuasa

                           
(. . . . . . . . . . . . .)


( . . . . . . . . .. . . . .)








                                                            
SURAT KUASA  ( Termohon Kasasi)

Yang bertanda tangan di bawah ini :
            N a m a     :
            Pekerjaan   : 
            Alamat      :                 ; selanjutnya sebagai Pemberi Kuasa.
Dalam hal ini memilih domisili hukum di Kantor Kuasanya tersebut di bawah ini, menerangkan dengan ini memberikan kuasa kepada :

Advokat, pengacara dan Penasehat hukum pada Kantor Pengacara ......., beralamat di ...... yang  baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk selanjutnya sebagai Penerima Kuasa.

KHUSUS
Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa selaku Termohon Kasasi, mewakili, mengajukan dan menanda-tangani memori kasasi kasasi di Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Tinggi………………No………/Pdt/2000/…………tertanggal…………lawan………………………………………selaku Pemohon Kasasi.

Penerima Kuasa diberi hak untuk menghadap di muka Pengadilan Negeri serta Badan-badan Kehakiman lain, Pejabat-pejabat sipil yang berkaitan dengan perkara tersebut, mengajukan permohonan yang perlu, mengajukan dan menanda tangani gugatan, Replik, Kesimpulan,perdamaian/dading, mengajukan dan menerima Jawaban, Duplik, saksi-saksi dan bukti-bukti, mendengarkan putusan, mencabut perkara dari rol,  menjalankan perbuatan-perbuatan, atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uang dan menandatangani kuitansi-kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, mengajukan banding, kasasi, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima kuasa.

Surat kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi,hak rekopensi serta secara tegas dengan hak retensi dan seterusnya menurut hukum seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1812 KUHPerdata dan menurut syarat-syarat lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang.










                                                            Jakarta,
       

    Pemberi Kuasa



(.......................)
Penerima kuasa


                                
(. . . . . . . . . . . . .)




( . . . . . . . . .. . . . .)
                                                








BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Pada makalah ini kami simpulkan beberapa pokok inti dari pembahasan makalah ini
      Gugatan pada prinsipnya didefinisikan merupakan tuntutan hukum guna pemenuhan hak dan kewajiban tertentu, yang diajukan oleh seseorang atau lebih (sebagai Penggugat) terhadap seseorang/suatu badan hukum atau lebih (sebagai Tergugat).
      Gugatan dapat diajukan, baik itu secara secara lisan (Pasal 120 HIR) ataupun tertulis (Pasal 118 HIR), oleh seseorang atau pihak yang dirugikan.
      Dalam sistim HIR/RBg beracara di muka pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa hukum dengan syarat dengan surat kuasa Khusus
      Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat , kuasa hukum itu diberikan kepada advokat.
      Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan.
Macam-macam surat kuasa :
      Surat kuasa umum :surat yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja, artinya untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titik berat pengurusan.
     Surat kuasa khusus: kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja.
        Dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.
Dengan pembuatan makalah ini kami menjadi lebih mengetahui bagaimana beracara dalam hukum perdata, dalam bab gugatan ini kami juga mendapatkan tentang tata cara pembuatan surat kuasa yang baik dan benar.
Terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah kami sampai akhirnya makalah ini selesai, dan harapan kami semoga makalah ini bermanfaat untuk kami dan orang lain





DAFTAR PUSTAKA
-          Harahap,Krisna Hukum Acara Perdata : Class Action, Arbitase & Alternatif serta Mediasi. Bandung : Grafitri, 2007
-          Moh.Taufik Makarao Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta : Rineka Cipta, 2009.
-          Gultom R Elfrida Praktik Hukum Acara Perdata. Jakarta : Literata, 2010

[1] Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Prof. Moh. Taufik Makarao, S.H., M.H. hal 16-17
[2] Petitum adalah Dalil-dalil yang menjadi tuntutan para pihak dalam proses perkara
perdata khususnya dalam surat gugat; merupakan kesimpulan dari suatu
gugatan, yang berisi hal-hal yang dimohonkan untuk diputuskan oleh
hakim atau pengadilan
[3] Hukum Acara Perdata, Prof. DR. Krisna Harahap, SH., MH. Gugatan hal. 15



Kalau Mau Copas jangan LUPA KASIH SUMBERNYA ^_^
Dan jangan lupa LIKE + Comment ^_^

No comments:

Post a Comment