HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN
Mata
Kuliah Hukum Agraria
Dosen
Pembimbing :
DITULIS
OLEH :
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang hak milik atas
satuan rumah susun.
Makalah ilmiah ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah
hak milik atas satuan rumah susun ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) bukan hak atas tanah, tetapi
berkaitan dengan tanah. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun terdapat
pengaturannya dalam Undang-Undang No 16 Tahun 1985 tentang rumah susun. Rumah
susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun dalam suatu lingkungan,
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal dan vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah
Bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah tersebut
diberi sebutan Satuan Rumah Susun (SRS). Satuan Rumah Susun harus mempunyai
sarana penghubung ke jalan umum, tanpa menggangu dan tidak boleh melalui Satuan
Rumah Susun lain. Hak pemilikan atas Satuan Rumah Susun disebut Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun (HMSRS). Selain pemilikan atas Satuan Rumah Susun tertentu,
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan meliputi juga hak pemilikan
bersama apa -yang disebut “bagian-bersama”, “tanah-bersama” dan
“benda-bersama”. Semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
pemilikan Satuan Rumah Susun.
Ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa Hukum Tanah
Nasional meninggalkan asas pemisahan horizontal, dan menggantinya dengan asas
accesie yang digunakan dalam Hukum Barat. Justru sebaliknya merupakan penerapan
asas Hukum Adat pada fenomena modern. Dalam hukum adat berlaku asas, bahwa
dibangunnyaa sebuah rumah oleh seorang warga masyarakat hukum adat di atas
tanah Hak Ulayat yang merupakan tanah bersama.
Asas ini memperoleh penerapannya dalam pemilikan
satuan rumah susun, dengan ketentuan dalam Undang-Undang Rumah Susun, bahwa Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun karena hukum meliputi juga pemilikan bersama atas
apa yang disebut “bagian-bersama”, “tanah-bersama” dan “benda-benda bersama”.
Kententuan hukum yang berasal dari hukum adat tersebut barang tentu tidak
diterapkan pada kasus pembangunan rumah oleh orang-orang yang menduduki tanah
tanpa hak atau tanpa izin yang berhak. Rumah yang dibangun dan tanaman yang
ditanam menurut ketentuan hukum yang berasal dari hukum adat memang milik yang
membangun dan yang menanam, tetapi penguasaan dan penggunaan terhadap tanahnya
tetap melanggar hukum.
Dalam Hukum adat ada asas hukum yang dalam bahasa
Belanda diungkapkan dengan kata-kata: “wie zaait, die maait” (Barang siapa yang
menebar benihnya, dia berhak untuk menuainya). Bagian bersama adalah
bagian-bagian dari rumah-susun yang dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh
semua pemilik Satuan Rumah Susun dan diperuntukan pemakain bersama. Seperti:
tangga, lorong, pondasi dan ruang umum lainnya.
Tanah bersama adalah sebidang tanah tertentu diatas
mana bangunan rumah susun yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status
hak, batas-batas dan luasnya. Tanah tersebut bukan milik para pemilik Satuan
Rumah Susun yang ada dilantai dasar. Benda Bersama adalah benda-benda dan
bangunan-bangunan yang bukan merupakan bagian dari bangunan gedung rumah-susun
yang bersangkutan, tetapi berada diatas “tanah-bersama” dan diperuntukan bagi
pemakaian bersama.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana persyaratan dalam
pembangunan rumah susun?
2. Bagaimanakah Status Kepemilikan Hak Atas
Tanah pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata, Undang-undang Rumah
Susun dan UUPA?
3. Bagaimana asas-asas
yang ada didalam rumah susun dan peraturan mengenai rumah susun saat ini?
TUJUAN
MASALAH
1. Untuk mengatahui dalam
pembangunan rumah susun
2. Untuk
mengatahui Status
Kepemilikan Hak Atas Tanah pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata,
Undang-undang Rumah Susun dan UUPA
3. Untuk
mengatahui asas-asas yang ada didalam rumah susun dan
peraturan mengenai rumah susun saat ini
KAJIAN TEORI
Terdapat beragam istilah yang
berkaitan dengan Rumah Susun. Antara lain: Apartemen, Flat, Kondominium, Strata
Title, dan Joint Property. Peraturan perundangan-undangan yang terdapat di
Indonesia sebenarnya hanya mengenal istilah Rumah Susun. Istilah-istilah yang
lain merupakan istilah serapan dari bahasa asing yang digunakan oleh para
pengembang dalam memasarkan produknya. Hal ini disebabkan karena istilah rumah
susun cenderung diberi makna sebagai hunian bertingkat yang diperuntukkan bagi
masyarakat menengah kebawah.
Pengertian
Rumah Susun menurut ketentuan pasal 1 angka 1 UU Rumah Sususn adalah sebagai
berikut:
“Rumah Susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama”.
Berdasarkan pengertian tersebut,
maka rumah susun terbagi menjadi:
a. Satuan yang dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah (Satuan Rumah Sususn/Sarusun)
b. Bagian Bersama
c. Benda Bersama
d. Tanah Bersama
Sarusun merupakan hak perseorangan
sedangkan Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama merupakan hak bersama
yang dikelola secara bersama-sama.
Jenis-jenis Rumah Susun
UU rumah susun mengenal beberapa
jenis rumah susun yaitu:
1. Rumah susun umum yaitu rumah
susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah. Rumah susun inilah yang kemudian berkembang menjadi
Rusunami dan Rusunawa. Rusunami adalah akronim dari Rumah Sususn Umum Milik,
sedangkan Rusunawa adalah akronim dari Rumah Susun Umum Sewa.
2. Rumah Susun Khusus, merupakan
rumah susun yang diselenggarakan untuk mmenuhi kebutuhan khusus.
3. Rumah Susun Negara, yaitu rumah
susun yang dimiliki oleh negara yang menjadi tempat tinggal, sarana pembinaan
dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan pegawai negeri.
4. Rumah Susun Komersial adalah
rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan rumah susun
komersial oleh pengembang sering disebut apartemen, flat atau kondominium.
Berdasarkan penggunaannya, Rumah
Susun kemudian dapat dikelompokkan menjadi:
a. Rumah Susun Hunian yaitu rumah
susun yang seluruhnya berfungsi untuk tempat tinggal.
b. Rumah Susun Bukan Hunian adalah
rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan
sosial.
c. Rumah Susun Campuran merupakan
rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi
berfungsi sebagai tempat usaha.
Terdapat
beragam cara untuk menguasai satuan rumah susun. Satuan rumah susun pada rumah
susun umum dan rumah susun komrsial dapat dikuasai dengan cara dimiliki atau
disewa. Sarusun pada rumah susun khusus dapat dikuasai dengan cara pinjam-pakai
atau sewa, sedangkan pada rumah susun negara dengan cara pinjam-pakai, sewa
atau sewa-beli.
Sebagai bukti pemilikan hak atas
satuan rumah susun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di
atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak
pengelolaan, kantor pertanahan setempat akan menerbitkan Sertifikat Hak Milik
Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan:
1. Salinan buku tanah dan surat
ukur atas hak tanah bersama
2. Gambar denah lantai pada tingkat
rumah susun bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki
3. Pertelaan mengenai besarnya
bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.
Sedangkan pada satuan rumah susun
yang dibangun di atas tanah milik negara/daerah atau tanah wakaf, diterbitkan
Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun). SKBG
Sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan:
1. Salinan buku bangunan gedung
2. Salinan surat perjanjian sewa
atas tanah
3. gambar denah lantai pada tingkat
rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki
4. Pertalaan mengenai besarnya
bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan.
Pengelolaan
pada rumah susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pemeliharaan adalah kegiatan
menjaga keandalan gedung beserta prasarana dan sarananya agar agar selalu naik
fungsi, sedangkan perawatan merupakan kegiatan memperbaiki dan mengganti bagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, prasarana dan sarana agar bangunan
gedung tetap layak fungsi. Kegiatan pengelolaan pada rumah susun umum milik dan
rumah susun umum komersial wajib dilaksanakan oleh pengelola yang berbadan
hukum dan mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Persyaratan dan Pengertian Rumah Susun
Dalam UURS, Pasal 1 menyebutkan
bahwa yang diartikan dengan rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan dan terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama.
Sementara itu, pengertian Hak Milik
Satuan Rumah Susun / HMSRS adalah hak milik atas satuan rumah susun yang
bersifat perorangan dan terpisah. Selain pemilikan atas SRS, HMSRS yang
bersangkutan juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang disebut ìbagian
bersamaî, ìtanah bersamaî, dan ìbenda bersamaî, dimana semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan SRS bersangkutan (Pasal 8 (2)
dan (3) UURS).
Macam-macam rumah susun di Indonesia dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu sebagai berikut. [1]
a. Rumah
Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satu satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
b. Apartemen
adalah kepemilikan bersama, bangunan yang terdiri dari beberapa unit untuk
tempat tinggal. Biasanya dikonsumsi oleh masyarakat konsumen menengah ke atas.
c. Condominium,
adalah milik bersama, daerah yang dikuasai bersama-sama, gedung bertingkat.
Selanjutnya, penyelenggara
pembangunan rumah susun (BUMNPerumnas/BUM Swasta) seyogianya harus mengetahui
hak-hak atas tanah yang boleh dibangunnya (Pasal 7 UURS), yaitu : Hak Milik,
HGB, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.
Pembangunan rumah susun harus
memenuhi berbagai persyaratan teknis dan administratif yang ditetapkan dalam
Pasal 6 UURS Jo. PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Pembangunan rumah
susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat karena
rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan
biasa. Rumah susun merupakan gedung bertingkat yang akan dihuni banyak orang
sehingga perlu dijamin keamanan, keselamatan, dan kenikmatan dalam penghuninya.
Dalam penjelasan Pasal 6 UURS,
persyaratan teknis antara lain mengatur tentang ruang, struktur, komponen dan
bahan bangunan, SRS, bagian dari benda bersama, kepadatan dan tata letak
bangunan, dan prasarana dan fasilitas lingkungan.
Adapun persyaratan administratif
yang dimaksud adalah izin lokasi (Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan
(SP3L) dan Surat izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), izin layak huni, dan sertifikat tanahnya).
Berdasarkan persyaratan
administratif tersebut, pembangunan rumah susun dan lingkungannya harus
dilaksanakan berdasarkan perizinan yang dikeluarkan Pemda setempat.
Perumahan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia baik itu sebagai tempat tinggal, usaha perkantoran,
usaha berjualan dan lain sebagainya. Namun demikian tidak semua masyarakat
dapat menikmati dan memiliki rumah yang layak, sehat, aman dan serasi, terutama
di daerah perkotaan yang berpendudukan padat. Kita semua mengetahui bahwa untuk
mencari rumah yang layak diperkotaan sangatlah sulit hal ini disebabkan karena
keterbatasan tanah. Oleh karena keterbatasan tanah tersebut, maka pemerintah
mengambil langkah dan tindakan membangun perumahan secara vertikal yang dikenal
dengan Rumah Susun (RS) yang tidak membutuhkan lahan/tanah yang luas. Menurut
Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 yang berbunyi sebagai berikut :
“Rumah susun adalah bangunan
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan
bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.”[2]
Jadi rumah susun merupakan suatu
pengertian yuridis dari pada bangunan gedung bertingkat, yang senantiasa
mengandung pemilikan perseorangan/individual dan hak bersama, yang
penggunaannya untuk hunian, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai satu
kesatuan sistem pembangunan.
Disamping Undang-Undang No. 16
Tahun 1985 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988
tentang Rumah Susun. Dalam penjelasan umum dari Peraturan Pemerintah ini
disebutkan bahwa untuk pelaksanaan dari Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang
rumah susun, yang memberikan aturan penerapan dalam rangka memecahkan semua
permasalahan hukum yang mengandung ìSistem pemilikan perseorangan dan hak
bersama (condominium), baik terhadap rumah susun sebagai tempat hunian dan
bukan hunian, baik yang telah dibangun atau diubah peruntukannya maupun sebagai
landasan bagi pembangunan baru.[3]
Dengan undang-undang ini
diciptakan dasar hukum Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang meliputi :
1. Hak Milik perseorangan
atas satuan-satuan Rumah Susun yang digunakan
secara
terpisah;
2. Hak bersama atas
bagian-bagian dari bangunan Rumah Susun;
3. Hak bersama atas
benda-benda;
4. Hak bersama atas tanah
yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang
secara fungsional tidak
terpisahkan;[4]
Menurut
Budi Harsono pengertian Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yakni bukan
hak atas tanah, tetapi berkaitan dengan tanah. Hak pemilikan atas satuan Rumah
Susun itu disebut Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang bersifat perorangan
dan terpisah, yang juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang disebut
“Bagian Bersama”, “Tanah Bersama”, dan “Benda Bersama”. Semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan Satuan Rumah Susun.
Bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah tersebut diberi
sebutan Satuan Rumah Susun. Satuan Rumah Susun harus mempunyai sarana
penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui Satuan Rumah
Susun yang lain.
B. Status
Kepemilikan Hak Atas Tanah pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata
HMSRS merupakan suatu lembaga baru
hak kebendaan yang diperkenalkan melalui UURS. Menurut UURS, HMSRS ini bersifat
perorangan dan terpisah. Selain pemilikan atas SRS, HMSRS yang bersangkutan
meliputi juga hak pemilikan bersama atas apa yang disebut ìbagian bersamaî,
ìtanah bersamaî, dan ìbenda bersamaî, dimana semuanya merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan. Oleh karena pemilik SRS
meliputi atas tanah bersama, SRS hanya dapat dimiliki perorangan/badan hukum
yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama (Pasal 8 UURS).
Pemisahan hak dan batas pemilikan atas SRS tersebut telah diatur lebih lanjut
dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Pasal 38 dan 41 PP No. 4 Tahun 1988
tentang Rumah Susun. HMSRS ini bukan merupakan hak kebendaan atas tanah
sebagaimana yang diatur dalam UUPA tersebut di atas.
Bagian bersama adalah bagian rumah
susun yang dimiliki secara terpisah untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan
fungsi dengan SRS. Misalnya kolom kolom, tangga, atap, jalan keluar-masuk dari
rumah susun, ruangan untuk umum, pondasi dan lain-lain. Bagian bersama ini
tidak dapat dimanfaatkan sendiri oleh pemilik SRS karena merupakan hak bersama
para pemilik SRS.
Tanah bersama adalah sebidang tanah
yang digunakan atas dasar hak bersama secara terpisah, yang di atasnya berdiri
rumah susun dan ditetapkan batas-batasnya dengan persyaratan izin bangunan.
Pasal 7 UURS menetapkan bahwa rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah
Hak Milik, HGB, Hak Pakai atas tanah Negara, atau Hak Pengelolaan. Hak atas
tanah bersama ini sangat menentukan dapat tidaknya seseorang/badan hukum
memiliki SRS. Benda bersama adalah benda-benda yang bukan merupakan bagian dari
rumah susun melainkan dimiliki bersama serta tidak terpisahkan untuk pemakaian
bersama. Misalnya taman, fasilitas olah raga dan rekreasi, alat pemadam
kebakaran, jaringan air bersih, listrik, gas atau telepon, saluran pembuangan
limbah/hujan/sampah, lift/eskalator, dan lain-lain.
Menurut Imam Kuswahyono, sistem pemilikan atas suatu
gedung bertingkat dapat dibagi 2 (dua), yaitu :[5]
1. Pemilikan tunggal (single ownership);
2. Pemilikan bersama (multi ownership).
Pemilikan tunggal dilihat dari
pemilikan tanah tempat gedung bertingkat itu berdiri sehingga pemegang
sertifikat juga merupakan pemilik gedung.
Menurut Pasal 6 dan 77 PP No. 4 Tahun 1988 tentang
rumah susun menyatakan bahwa :
SRS dapat berada pada permukaan
tanah, di atas tanah, di bawah permukaan tanah, sebagian di bawah dan sebagian
lagi di atas permukaan tanah. SRS harus mempunyai hubungan langsung keluar atau
mempunyai penghubung ke jalan umum.
Pasal 7 (1)
Status sertifikat dapat diberikan
kepada setiap orang sebagai sertifikat kepemilikan unit. Corporation akan
memberikan sertifikat dalam tempo 10 hari setelah pembayaran kepada perusahaan.
Apabila dibandingkan dengan
negara-negara lain di luar negeri, menurut Arie S. Hutagalung, istilah ìstrata
titleî lebih memungkinkan adanya kepemilikan bersama secara horizontal di
samping pemilikan secara vertikal. Hal senada juga disampaikan Maria SW
Sumardjono, bahwa57 Strata title adalah suatu sistem yang memungkinkan
pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan (parcels),
yang masing-masing merupakan hak yang terpisah. Namun, di samping pemilikan
secara individual, dikenal pula adanya tanah, benda, dan bagian yang merupakan
milik bersama (common property).[6]
Di dalam UU Perumahan dan
pemukiman, common property ini disebut dengan fasilitas sosial dan fasilitas
umum, berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 1987 tentang penyerahan prasarana
lingkungan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial perumahan kepada Pemda dengan
komposisi 60% (bangunan) : 40% (fasos dan fasum).
C. Hak Milik
Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Rumah Susun
Menurut Pasal 8 ayat (1) UURS Nomor
16 Tahun 1985, satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum
yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pasal 8 ayat (2) UURS Nomor
16 Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik
atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Pasal 8 ayat (3) UURS
Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa hak milik atas satuan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama, yang semuanya menyatakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Pasal 8 ayat (4) UURS Nomor
16 Tahun 1985 menegaskan hak atas bagian bersama, benda bersama dan hak atas
tanah bersama didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang
bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.
Pasal 10 ayat (1) UURS Nomor 16
Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dapat beralih dengan cara
pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 10 ayat (2)
UURS Nomor 16 Tahun 1985, pemindahan hak satuan rumah susun tersebut dilakukan
dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan didaftarkan pada Kantor Agraria
Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan menurut peraturan pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 UndangUndang No. 5 Tahun 1960.
D. Hak Milik
Atas Tanah Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Konsep hak-hak atas tanah yang
terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria membagi hak-hak atas tanah dalam dua
bentuk :
1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer
2. Hak-hak atas tanah yang bersifat
sekunder
Pengertian
hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat
dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang
mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang lain atau ahli
warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer
yaitu :[7]
a. Hak Milik atas tanah (HM)
b. Hak Guna Usaha (HGU)
c. Hak Guna Bangunan (HGB)
d. Hak Pakai (HP)
Selain hak primer atas tanah di
atas terdapat pula hak atas tanah yang bersifat sekunder. Pengertian hak-hak atas
tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas tanah yang bersifat sementara.
Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu
terbatas, dan dimiliki oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara
yaitu :
a. Hak gadai
b. Hak usaha bagi hasil
c. Hak menumpang
d. Hak menyewa
atas tanah pertanian
Menurut Pasal 7 ayat (1) UURS Nomor
16 Tahun 1985, rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak
guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya menurut Pasal 7 ayat (2)
UURS Nomor 16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan yang membangun
rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan wajib
menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah
susun yang bersangkutan.
Salah satu aspek yang penting dalam
hukum tanah menurut UUPA adalah hubungan antara tanah dengan benda yang melekat
padanya. Kepastian akan kedudukan hukum dari benda yang melekat pada tanah itu
sangat penting karena menyangkut pengaruh yang sangat luas terhadap segala
hubungan hukum yang berkenaan dengan tanah dan benda yang melekat padanya.
Sedangkan konsep kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun tidaklah
sepenuhnya menganut asas pemisahan horizontal karena kepemilikan atas tanah
pada satuan rumah susun merupakan kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak
milik atas satuan bangunan rumah susun, bukan merupakan kepemilikan perorangan
sebagaimana yang dianut dalam asas pemisahan horizontal dalam UUPA tersebut.
E. Peraturan Pendirian
Rumah Susun yang Berlaku Saat Ini
Pendirian
rumah susun yang didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2011 merupakan aturan yang
terbaru yang menggantikan UU No. 16 Tahun 1981. Terbitnya UU No. 20 Tahun 2011
tidak disertai dengan perubahan pada aturan pelaksannya, antara lain peraturan
pemerintah. Tidak adanya aturan pemerintah ini memungkinkan timbulnya perbedaan
presepsi di tingkat daerah. Sebaiknya perubahan undang-undang disertai dengan
pembentukan peraturan pelaksanaannya.
Peraturan
dibidang rumah susun sekarang ini yang berlaku antara lain:
1.
UU NO 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
3. Keputusan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 06/KPTS/ BKP4N/1995 tentang Pedoman
Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun.
4.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 15/PERMEN/M/2007 Tentang Tata
Laksana Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana Milik.
5.
Disamping itu juga berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
berkaitan dengan perjanjinan yang dibuat.
6. UU No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Pembangunan rumah susun di
Indonesia dibangun untuk kemudian dipasarkan kepada warga. Pemasaran yang
dilakukan dengan memperhatikan peraturan lain yang berkaitan dengan transaksi
tersebut. Disamping peraturan yang telah disebut di atas beberapa aturan lain
diantranya adalah berkaitan dengan hak atas tanah maka yang perlu diperhatikan adalah
Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Berdasarkan
penggunaanya, rumah susun kemudian dapat dikelompokan menjadi:
1.
Rumah susun hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat
tinggal.
2.
Rumah susun non hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai
tempat usaha atau kegiatan sosial.
3. Rumah susun campuran, yaitu merupakan rumah susun
yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi berfungsi
sebagai tempat usaha.[8]
F.
Asas-Asas Dalam Pembangunan Rumah Susun
Di Indonesia
Pembangunan rumah susun memilik asas-asas yang di landasi pada Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Namun sebelum diperbaharui adanya
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, pembangunan rumah susun di
Indonesia di landasi pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dan ketentuan ini
terdapat dalam Pasal 2 yang hanya memiliki 3 asas, yaitu:
1.
Asas kesejahteraan umum,
2.
Asas keadilan dan pemerataan, serta
3. Asas keserasian dan keseimbangan
dalam peri kehidupan.
Sedangkan pada
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, asasnya lebih banyak
dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rusun. Dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun memiliki 13 asas,
yaitu:
1.
Asas kesejahteraan
Asas kesejahteraan
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat
agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2.
Asas keadilan dan pemerataan
Asas keadilan dan
pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat
dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.
3.
Asas kenasionalan
Asas kenasionalan
adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional.
4.
Asas keterjangkauan dan kemudahan
Asas
keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan
rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong
terciptanya lkim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
5.
Asas keefisienan dan kemanfaatan
Asas keefisienan
dan kemanfaatan adalah memberikan landasan penyelengaraan rumah susun yang
dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang
bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
6.
Asas kemandirian dan kebersamaan
Asas
kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah
susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga
mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya
kerja sama antar pemangku kepentingan.
7.
Asas kemitraan
Asas
kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan
oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan
masyarakat dengan prinsip saling mendukung.
8.
Asas keserasian dan keseimbangan
Asas keserasian
dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun
dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.
9.
Asas keterpaduan
Asas keterpaduan
adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu
dalam hal kebijakan dan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian.
10.
Asas kesehatan
Asas kesehatan
adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah
sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.
11.
Asas kelestarian dan keberlanjutan
Asas kelestarian
dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan
dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan
yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan
lahan.
12.
Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan
Asas keselamatan,
kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun
memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun
mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir;
persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara,
pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke,
dari, dan dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun
termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
13.
Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan
Asas
keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar
pengelolaan dan pemnfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan
penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam
melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta
keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.
KESIMPULAN
Perkembangan zaman
menuntut manusia untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Dalam
hal penyediaan kebutuhan perumahan pada saat ini seseorang mungkin harus
melepas gambarannya tentang rumah tinggal yang ideal. Rumah dengan halaman yang
luas, tata ruang lengkap dan besar mungkin tidak lagi cocok pada saat ini,
apalagi pada masyarakat menengah kebawah di kota besar.
Rumah pada masa
lalu dianggap sebagai pusat kehidupan karena sebagian besar hidup seseorang
yang ada didalamnya, bersama dengan orangtua, serta anak-anak bahkan
kadang-kadang dengan saudara. Rumah dengan kapasitas tamping keluarga luas
serta intensitas penggunaan yang tinggi ini menyebabkan tuntutan akan rumah
menjadi besar, terutama pada segi kuantitas.
Di kota-kota
besar, perkembangan mrnuju masyarakat industri membawa perubahan pula pada
perilaku kehidupan keluarga. Keluarga di kota-kota besar pada saat ini umumnya
hanya terdiri atas orangtua dan anak-anak (keluarga inti). Tingginya biaya
hidup, kesadaran akan biaya pendidikan , rekrasi serta perkembangan kebutuhan
menyebabkan keluarga pada saat ini lebih menyukai jumlah anak yang sedikit.
Tuntutan kuantitas
rumah pada saat ini pun menurun, namun pada sisi lain. Tuntutan kualitas berupa
kenyamanan menjadi lebih tinggi dan kegiatan-kegiatan rekreasi dalam rumah
menjadi lebih berkembang. Pada saat keluarga bertemu, rumah diharapkan dapat
menunjang kualitas pertemuan keluarga tersebut, sekalipun pada ruang-ruang yang
terbatas (rumah susun). Tempat tinggal masyarakat menengah kebawah pada saat ini
umumnya memiliki luasan kurang dari 50m persegi.
Tata ruang rumah
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yakni kelompok ruang publik, servis, dan
privat. Semakin tinggi kemampuan perekonomian keluarga, tuntutan penyediaan
ruang untuk menampung masing-masing kegiatan secara khusus menyebabkan luasan
tempat menjadi berkembang, namun disisi lain pertimbangan efisiensi dan
keterbatasan ruang memaksa penghuni untuk mencari solusi tata ruang yang simple
namun dapat menampung bermacam-macam kegiatan yang berlangsungdi rumah susun
dengan kualitas yang tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Muhyanto
Cs. 2007. Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa.Yogyakarta: UGM.
Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono. 2010. Konsepsi
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dalam Hukum Agraria. Malang: Setara
Press.
Imam Kuswahyono. 2004. Hukum Rumah Susun. Malang: Bayumedia
Publishing.
Supriadi. 2008. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.
Imam Koeswahyono. 2004. Hukum
Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman. Malanga: Bayumedia.
[2] Ibid, Pasal 1 angka 1
[3] Penjelasan Umum Peraturan
Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
[4] Rosmidi,
Mimi dan Imam Koeswahyono, Konsepsi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
dalam
Hukum Agraria,
Setara Press, Malang, 2010, hlm.16.
[5] Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun, Bayumedia Publishing,
Malang, 2004, hlm. 12.
[7] Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,
hlm. 64.
[8] Imam Koeswahyono, Hukum Rumah
Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Bayumedia, Malang, 2004, hlm.
13-14.
Kalau Mau Copas jangan LUPA KASIH SUMBERNYA ^_^
Dan jangan lupa LIKE + Comment ^_^
No comments:
Post a Comment