Thursday, August 30, 2018

MAKALAH HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN - HUKUM AGRARIA


HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

Mata Kuliah Hukum Agraria
Dosen Pembimbing : 





DITULIS OLEH :




UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

Kata Pengantar


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang hak milik atas satuan rumah susun.

            Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
   
             Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
   
              Akhir kata kami berharap semoga makalah  hak milik atas satuan rumah susun ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
  




BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) bukan hak atas tanah, tetapi berkaitan dengan tanah. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun terdapat pengaturannya dalam Undang-Undang No 16 Tahun 1985 tentang rumah susun. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah
Bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah tersebut diberi sebutan Satuan Rumah Susun (SRS). Satuan Rumah Susun harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum, tanpa menggangu dan tidak boleh melalui Satuan Rumah Susun lain. Hak pemilikan atas Satuan Rumah Susun disebut Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS). Selain pemilikan atas Satuan Rumah Susun tertentu, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan meliputi juga hak pemilikan bersama apa -yang disebut “bagian-bersama”, “tanah-bersama” dan “benda-bersama”. Semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan Satuan Rumah Susun.
Ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa Hukum Tanah Nasional meninggalkan asas pemisahan horizontal, dan menggantinya dengan asas accesie yang digunakan dalam Hukum Barat. Justru sebaliknya merupakan penerapan asas Hukum Adat pada fenomena modern. Dalam hukum adat berlaku asas, bahwa dibangunnyaa sebuah rumah oleh seorang warga masyarakat hukum adat di atas tanah Hak Ulayat yang merupakan tanah bersama.
Asas ini memperoleh penerapannya dalam pemilikan satuan rumah susun, dengan ketentuan dalam Undang-Undang Rumah Susun, bahwa Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena hukum meliputi juga pemilikan bersama atas apa yang disebut “bagian-bersama”, “tanah-bersama” dan “benda-benda bersama”. Kententuan hukum yang berasal dari hukum adat tersebut barang tentu tidak diterapkan pada kasus pembangunan rumah oleh orang-orang yang menduduki tanah tanpa hak atau tanpa izin yang berhak. Rumah yang dibangun dan tanaman yang ditanam menurut ketentuan hukum yang berasal dari hukum adat memang milik yang membangun dan yang menanam, tetapi penguasaan dan penggunaan terhadap tanahnya tetap melanggar hukum.
Dalam Hukum adat ada asas hukum yang dalam bahasa Belanda diungkapkan dengan kata-kata: “wie zaait, die maait” (Barang siapa yang menebar benihnya, dia berhak untuk menuainya). Bagian bersama adalah bagian-bagian dari rumah-susun yang dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik Satuan Rumah Susun dan diperuntukan pemakain bersama. Seperti: tangga, lorong, pondasi dan ruang umum lainnya.
Tanah bersama adalah sebidang tanah tertentu diatas mana bangunan rumah susun yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status hak, batas-batas dan luasnya. Tanah tersebut bukan milik para pemilik Satuan Rumah Susun yang ada dilantai dasar. Benda Bersama adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang bukan merupakan bagian dari bangunan gedung rumah-susun yang bersangkutan, tetapi berada diatas “tanah-bersama” dan diperuntukan bagi pemakaian bersama.





RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana persyaratan dalam pembangunan rumah susun?
       2. Bagaimanakah Status Kepemilikan Hak Atas Tanah pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata, Undang-undang Rumah Susun dan UUPA?
3. Bagaimana asas-asas yang ada didalam rumah susun dan peraturan mengenai rumah susun saat ini?

TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengatahui dalam pembangunan rumah susun
2. Untuk mengatahui Status Kepemilikan Hak Atas Tanah pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata, Undang-undang Rumah Susun dan UUPA
3. Untuk mengatahui asas-asas yang ada didalam rumah susun dan peraturan mengenai rumah susun saat ini



KAJIAN TEORI
            Terdapat beragam istilah yang berkaitan dengan Rumah Susun. Antara lain: Apartemen, Flat, Kondominium, Strata Title, dan Joint Property. Peraturan perundangan-undangan yang terdapat di Indonesia sebenarnya hanya mengenal istilah Rumah Susun. Istilah-istilah yang lain merupakan istilah serapan dari bahasa asing yang digunakan oleh para pengembang dalam memasarkan produknya. Hal ini disebabkan karena istilah rumah susun cenderung diberi makna sebagai hunian bertingkat yang diperuntukkan bagi masyarakat menengah kebawah.
            Pengertian Rumah Susun menurut ketentuan pasal 1 angka 1 UU Rumah Sususn adalah sebagai berikut:
“Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka rumah susun terbagi menjadi:
a. Satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah (Satuan Rumah Sususn/Sarusun)
b. Bagian Bersama
c. Benda Bersama
d. Tanah Bersama
Sarusun merupakan hak perseorangan sedangkan Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama merupakan hak bersama yang dikelola secara bersama-sama.
Jenis-jenis Rumah Susun
UU rumah susun mengenal beberapa jenis rumah susun yaitu:
1. Rumah susun umum yaitu rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah susun inilah yang kemudian berkembang menjadi Rusunami dan Rusunawa. Rusunami adalah akronim dari Rumah Sususn Umum Milik, sedangkan Rusunawa adalah akronim dari Rumah Susun Umum Sewa.
2. Rumah Susun Khusus, merupakan rumah susun yang diselenggarakan untuk mmenuhi kebutuhan khusus.
3. Rumah Susun Negara, yaitu rumah susun yang dimiliki oleh negara yang menjadi tempat tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan pegawai negeri.
4. Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan rumah susun komersial oleh pengembang sering disebut apartemen, flat atau kondominium.
Berdasarkan penggunaannya, Rumah Susun kemudian dapat dikelompokkan menjadi:
a. Rumah Susun Hunian yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi untuk tempat tinggal.
b. Rumah Susun Bukan Hunian adalah rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial.
c. Rumah Susun Campuran merupakan rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha.
            Terdapat beragam cara untuk menguasai satuan rumah susun. Satuan rumah susun pada rumah susun umum dan rumah susun komrsial dapat dikuasai dengan cara dimiliki atau disewa. Sarusun pada rumah susun khusus dapat dikuasai dengan cara pinjam-pakai atau sewa, sedangkan pada rumah susun negara dengan cara pinjam-pakai, sewa atau sewa-beli.
Sebagai bukti pemilikan hak atas satuan rumah susun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan, kantor pertanahan setempat akan menerbitkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan:
1. Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama
2. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki
3. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.
Sedangkan pada satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah milik negara/daerah atau tanah wakaf, diterbitkan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun). SKBG Sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan:
1. Salinan buku bangunan gedung
2. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah
3. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki
4. Pertalaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan.
            Pengelolaan pada rumah susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan gedung beserta prasarana dan sarananya agar agar selalu naik fungsi, sedangkan perawatan merupakan kegiatan memperbaiki dan mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap layak fungsi. Kegiatan pengelolaan pada rumah susun umum milik dan rumah susun umum komersial wajib dilaksanakan oleh pengelola yang berbadan hukum dan mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Persyaratan dan Pengertian Rumah Susun
Dalam UURS, Pasal 1 menyebutkan bahwa yang diartikan dengan rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan dan terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Sementara itu, pengertian Hak Milik Satuan Rumah Susun / HMSRS adalah hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perorangan dan terpisah. Selain pemilikan atas SRS, HMSRS yang bersangkutan juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang disebut ìbagian bersamaî, ìtanah bersamaî, dan ìbenda bersamaî, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan SRS bersangkutan (Pasal 8 (2) dan (3) UURS).
Macam-macam rumah susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut. [1]
a. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satu satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
b. Apartemen adalah kepemilikan bersama, bangunan yang terdiri dari beberapa unit untuk tempat tinggal. Biasanya dikonsumsi oleh masyarakat konsumen menengah ke atas.
 c. Condominium, adalah milik bersama, daerah yang dikuasai bersama-sama, gedung bertingkat.
Selanjutnya, penyelenggara pembangunan rumah susun (BUMNPerumnas/BUM Swasta) seyogianya harus mengetahui hak-hak atas tanah yang boleh dibangunnya (Pasal 7 UURS), yaitu : Hak Milik, HGB, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.
Pembangunan rumah susun harus memenuhi berbagai persyaratan teknis dan administratif yang ditetapkan dalam Pasal 6 UURS Jo. PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat karena rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa. Rumah susun merupakan gedung bertingkat yang akan dihuni banyak orang sehingga perlu dijamin keamanan, keselamatan, dan kenikmatan dalam penghuninya.
Dalam penjelasan Pasal 6 UURS, persyaratan teknis antara lain mengatur tentang ruang, struktur, komponen dan bahan bangunan, SRS, bagian dari benda bersama, kepadatan dan tata letak bangunan, dan prasarana dan fasilitas lingkungan.
Adapun persyaratan administratif yang dimaksud adalah izin lokasi (Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L) dan Surat izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin layak huni, dan sertifikat tanahnya).
Berdasarkan persyaratan administratif tersebut, pembangunan rumah susun dan lingkungannya harus dilaksanakan berdasarkan perizinan yang dikeluarkan Pemda setempat.
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia baik itu sebagai tempat tinggal, usaha perkantoran, usaha berjualan dan lain sebagainya. Namun demikian tidak semua masyarakat dapat menikmati dan memiliki rumah yang layak, sehat, aman dan serasi, terutama di daerah perkotaan yang berpendudukan padat. Kita semua mengetahui bahwa untuk mencari rumah yang layak diperkotaan sangatlah sulit hal ini disebabkan karena keterbatasan tanah. Oleh karena keterbatasan tanah tersebut, maka pemerintah mengambil langkah dan tindakan membangun perumahan secara vertikal yang dikenal dengan Rumah Susun (RS) yang tidak membutuhkan lahan/tanah yang luas. Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 yang berbunyi sebagai berikut :
“Rumah susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.”[2]
Jadi rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis dari pada bangunan gedung bertingkat, yang senantiasa mengandung pemilikan perseorangan/individual dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan.
Disamping Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Dalam penjelasan umum dari Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa untuk pelaksanaan dari Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang rumah susun, yang memberikan aturan penerapan dalam rangka memecahkan semua permasalahan hukum yang mengandung ìSistem pemilikan perseorangan dan hak bersama (condominium), baik terhadap rumah susun sebagai tempat hunian dan bukan hunian, baik yang telah dibangun atau diubah peruntukannya maupun sebagai landasan bagi pembangunan baru.[3]
Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang meliputi :
1. Hak Milik perseorangan atas satuan-satuan Rumah Susun yang digunakan
secara terpisah;
2. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan Rumah Susun;
3. Hak bersama atas benda-benda;
4. Hak bersama atas tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang
secara fungsional tidak terpisahkan;[4]
Menurut Budi Harsono pengertian Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yakni bukan hak atas tanah, tetapi berkaitan dengan tanah. Hak pemilikan atas satuan Rumah Susun itu disebut Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang bersifat perorangan dan terpisah, yang juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang disebut “Bagian Bersama”, “Tanah Bersama”, dan “Benda Bersama”. Semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan Satuan Rumah Susun. Bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah tersebut diberi sebutan Satuan Rumah Susun. Satuan Rumah Susun harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui Satuan Rumah Susun yang lain.

B. Status Kepemilikan Hak Atas Tanah pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata
HMSRS merupakan suatu lembaga baru hak kebendaan yang diperkenalkan melalui UURS. Menurut UURS, HMSRS ini bersifat perorangan dan terpisah. Selain pemilikan atas SRS, HMSRS yang bersangkutan meliputi juga hak pemilikan bersama atas apa yang disebut ìbagian bersamaî, ìtanah bersamaî, dan ìbenda bersamaî, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan. Oleh karena pemilik SRS meliputi atas tanah bersama, SRS hanya dapat dimiliki perorangan/badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama (Pasal 8 UURS). Pemisahan hak dan batas pemilikan atas SRS tersebut telah diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Pasal 38 dan 41 PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. HMSRS ini bukan merupakan hak kebendaan atas tanah sebagaimana yang diatur dalam UUPA tersebut di atas.
Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan fungsi dengan SRS. Misalnya kolom kolom, tangga, atap, jalan keluar-masuk dari rumah susun, ruangan untuk umum, pondasi dan lain-lain. Bagian bersama ini tidak dapat dimanfaatkan sendiri oleh pemilik SRS karena merupakan hak bersama para pemilik SRS.
Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara terpisah, yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batas-batasnya dengan persyaratan izin bangunan. Pasal 7 UURS menetapkan bahwa rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah Hak Milik, HGB, Hak Pakai atas tanah Negara, atau Hak Pengelolaan. Hak atas tanah bersama ini sangat menentukan dapat tidaknya seseorang/badan hukum memiliki SRS. Benda bersama adalah benda-benda yang bukan merupakan bagian dari rumah susun melainkan dimiliki bersama serta tidak terpisahkan untuk pemakaian bersama. Misalnya taman, fasilitas olah raga dan rekreasi, alat pemadam kebakaran, jaringan air bersih, listrik, gas atau telepon, saluran pembuangan limbah/hujan/sampah, lift/eskalator, dan lain-lain.
Menurut Imam Kuswahyono, sistem pemilikan atas suatu gedung bertingkat dapat dibagi 2 (dua), yaitu :[5]
1. Pemilikan tunggal (single ownership);
2. Pemilikan bersama (multi ownership).
Pemilikan tunggal dilihat dari pemilikan tanah tempat gedung bertingkat itu berdiri sehingga pemegang sertifikat juga merupakan pemilik gedung.
Menurut Pasal 6 dan 77 PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun menyatakan bahwa :
SRS dapat berada pada permukaan tanah, di atas tanah, di bawah permukaan tanah, sebagian di bawah dan sebagian lagi di atas permukaan tanah. SRS harus mempunyai hubungan langsung keluar atau mempunyai penghubung ke jalan umum.
Pasal 7 (1)
Status sertifikat dapat diberikan kepada setiap orang sebagai sertifikat kepemilikan unit. Corporation akan memberikan sertifikat dalam tempo 10 hari setelah pembayaran kepada perusahaan.
Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di luar negeri, menurut Arie S. Hutagalung, istilah ìstrata titleî lebih memungkinkan adanya kepemilikan bersama secara horizontal di samping pemilikan secara vertikal. Hal senada juga disampaikan Maria SW Sumardjono, bahwa57 Strata title adalah suatu sistem yang memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan (parcels), yang masing-masing merupakan hak yang terpisah. Namun, di samping pemilikan secara individual, dikenal pula adanya tanah, benda, dan bagian yang merupakan milik bersama (common property).[6]
Di dalam UU Perumahan dan pemukiman, common property ini disebut dengan fasilitas sosial dan fasilitas umum, berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 1987 tentang penyerahan prasarana lingkungan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial perumahan kepada Pemda dengan komposisi 60% (bangunan) : 40% (fasos dan fasum).

C. Hak Milik Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Rumah Susun
Menurut Pasal 8 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985, satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pasal 8 ayat (2) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Pasal 8 ayat (3) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, yang semuanya menyatakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Pasal 8 ayat (4) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan hak atas bagian bersama, benda bersama dan hak atas tanah bersama didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.
Pasal 10 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dapat beralih dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 10 ayat (2) UURS Nomor 16 Tahun 1985, pemindahan hak satuan rumah susun tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan menurut peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UndangUndang No. 5 Tahun 1960.

D. Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk :
1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer
2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder                         
Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang lain atau ahli warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer yaitu :[7]
a. Hak Milik atas tanah (HM)
b. Hak Guna Usaha (HGU)
c. Hak Guna Bangunan (HGB)
d. Hak Pakai (HP)
Selain hak primer atas tanah di atas terdapat pula hak atas tanah yang bersifat sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, dan dimiliki oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara yaitu :
a. Hak gadai
b. Hak usaha bagi hasil
c. Hak menumpang
 d. Hak menyewa atas tanah pertanian
Menurut Pasal 7 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985, rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya menurut Pasal 7 ayat (2) UURS Nomor 16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan.
Salah satu aspek yang penting dalam hukum tanah menurut UUPA adalah hubungan antara tanah dengan benda yang melekat padanya. Kepastian akan kedudukan hukum dari benda yang melekat pada tanah itu sangat penting karena menyangkut pengaruh yang sangat luas terhadap segala hubungan hukum yang berkenaan dengan tanah dan benda yang melekat padanya. Sedangkan konsep kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun tidaklah sepenuhnya menganut asas pemisahan horizontal karena kepemilikan atas tanah pada satuan rumah susun merupakan kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak milik atas satuan bangunan rumah susun, bukan merupakan kepemilikan perorangan sebagaimana yang dianut dalam asas pemisahan horizontal dalam UUPA tersebut.

E. Peraturan Pendirian Rumah Susun yang Berlaku Saat Ini
Pendirian rumah susun yang didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2011 merupakan aturan yang terbaru yang menggantikan UU No. 16 Tahun 1981. Terbitnya UU No. 20 Tahun 2011 tidak disertai dengan perubahan pada aturan pelaksannya, antara lain peraturan pemerintah. Tidak adanya aturan pemerintah ini memungkinkan timbulnya perbedaan presepsi di tingkat daerah. Sebaiknya perubahan undang-undang disertai dengan pembentukan peraturan pelaksanaannya.
Peraturan dibidang rumah susun sekarang ini yang berlaku antara lain:
1. UU NO 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
3. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 06/KPTS/ BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan  Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun.
4. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 15/PERMEN/M/2007 Tentang Tata Laksana Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana Milik.
5. Disamping itu juga berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berkaitan dengan perjanjinan yang dibuat.
6. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pembangunan rumah susun di Indonesia dibangun untuk kemudian dipasarkan kepada warga. Pemasaran yang dilakukan dengan memperhatikan peraturan lain yang berkaitan dengan transaksi tersebut. Disamping peraturan yang telah disebut di atas beberapa aturan lain diantranya adalah berkaitan dengan hak atas tanah maka yang perlu diperhatikan adalah Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Berdasarkan penggunaanya, rumah susun kemudian dapat dikelompokan menjadi:
1. Rumah susun hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal.
2. Rumah susun non hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha atau kegiatan sosial.
3. Rumah susun campuran, yaitu merupakan rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha.[8]

F. Asas-Asas Dalam Pembangunan Rumah Susun
Di Indonesia Pembangunan rumah susun memilik asas-asas yang di landasi pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Namun sebelum diperbaharui adanya Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, pembangunan rumah susun di Indonesia di landasi pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dan ketentuan ini terdapat dalam Pasal 2 yang hanya memiliki 3 asas, yaitu:
1. Asas kesejahteraan umum,
2. Asas keadilan dan pemerataan, serta
3. Asas keserasian dan keseimbangan dalam peri kehidupan.
Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, asasnya lebih banyak dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rusun. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun memiliki 13 asas, yaitu:
1. Asas kesejahteraan
Asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2. Asas keadilan dan pemerataan
Asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.
3. Asas kenasionalan
Asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional.
4. Asas keterjangkauan dan kemudahan
Asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya lkim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
5. Asas keefisienan dan kemanfaatan
Asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan penyelengaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
6. Asas kemandirian dan kebersamaan
Asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antar pemangku kepentingan.
7. Asas kemitraan
Asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung.
8. Asas keserasian dan keseimbangan
Asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.
9. Asas keterpaduan
Asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
10. Asas kesehatan
Asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.
11. Asas kelestarian dan keberlanjutan
Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.
12. Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan
Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
13. Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan
Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar pengelolaan dan pemnfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.




KESIMPULAN
Perkembangan zaman menuntut manusia untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Dalam hal penyediaan kebutuhan perumahan pada saat ini seseorang mungkin harus melepas gambarannya tentang rumah tinggal yang ideal. Rumah dengan halaman yang luas, tata ruang lengkap dan besar mungkin tidak lagi cocok pada saat ini, apalagi pada masyarakat menengah kebawah di kota besar.
Rumah pada masa lalu dianggap sebagai pusat kehidupan karena sebagian besar hidup seseorang yang ada didalamnya, bersama dengan orangtua, serta anak-anak bahkan kadang-kadang dengan saudara. Rumah dengan kapasitas tamping keluarga luas serta intensitas penggunaan yang tinggi ini menyebabkan tuntutan akan rumah menjadi besar, terutama pada segi kuantitas.
Di kota-kota besar, perkembangan mrnuju masyarakat industri membawa perubahan pula pada perilaku kehidupan keluarga. Keluarga di kota-kota besar pada saat ini umumnya hanya terdiri atas orangtua dan anak-anak (keluarga inti). Tingginya biaya hidup, kesadaran akan biaya pendidikan , rekrasi serta perkembangan kebutuhan menyebabkan keluarga pada saat ini lebih menyukai jumlah anak yang sedikit.
Tuntutan kuantitas rumah pada saat ini pun menurun, namun pada sisi lain. Tuntutan kualitas berupa kenyamanan menjadi lebih tinggi dan kegiatan-kegiatan rekreasi dalam rumah menjadi lebih berkembang. Pada saat keluarga bertemu, rumah diharapkan dapat menunjang kualitas pertemuan keluarga tersebut, sekalipun pada ruang-ruang yang terbatas (rumah susun). Tempat tinggal masyarakat menengah kebawah pada saat ini umumnya memiliki luasan kurang dari 50m persegi.
Tata ruang rumah dapat dibagi menjadi tiga kelompok yakni kelompok ruang publik, servis, dan privat. Semakin tinggi kemampuan perekonomian keluarga, tuntutan penyediaan ruang untuk menampung masing-masing kegiatan secara khusus menyebabkan luasan tempat menjadi berkembang, namun disisi lain pertimbangan efisiensi dan keterbatasan ruang memaksa penghuni untuk mencari solusi tata ruang yang simple namun dapat menampung bermacam-macam kegiatan yang berlangsungdi rumah susun dengan kualitas yang tetap terjaga.





DAFTAR PUSTAKA
Muhyanto Cs. 2007. Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa.Yogyakarta: UGM.
Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono. 2010. Konsepsi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dalam Hukum Agraria. Malang: Setara Press.
Imam Kuswahyono. 2004. Hukum Rumah Susun. Malang: Bayumedia Publishing.
Supriadi. 2008. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.
Imam Koeswahyono. 2004. Hukum Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman. Malanga: Bayumedia.



[1] Muhyanto Cs, Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa, UGM, Yogyakarta, 2007, hlm. 12.
[2] Ibid, Pasal 1 angka 1
[3] Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
[4] Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono, Konsepsi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
dalam Hukum Agraria, Setara Press, Malang, 2010, hlm.16.
[5] Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hlm. 12.
[6] Muhyanto Cs, Op.cit, hlm. 16.
[7] Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 64.
[8] Imam Koeswahyono, Hukum Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Bayumedia, Malang, 2004, hlm. 13-14.



Kalau Mau Copas jangan LUPA KASIH SUMBERNYA ^_^
Dan jangan lupa LIKE + Comment ^_^

No comments:

Post a Comment